Silang Pendapat PU KPK dan Kuasa Hukum di Sidang Kasus Korupsi RTH Kota Bandung

JABARTODAY.COM – BANDUNG Sidang kasus dugaan korupsi ruang terbuka hijau (RTH) dengan terdakwa Dadang Suganda, diwarnai perdebatan antara penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dan kuasa hukum terdakwa terkait keterangan saksi dari kalangan pejabat Pemerintah Kota Bandung. Ketua majelis hakim menengahi dengan mengakomodir permintaan para pihak.

Sidang lanjutan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, sedianya dimulai pada sekitar pukul 09.00, Kamis (7/1/2021). Namun, mundur hingga pukul 13.30, akibatnya sidang berlangsung hingga pukul 22.00.

Penundaan karena sebelumnya hakim memimpin sidang lain. Sementara itu, adanya silang pendapat antara tim kuasa hukum terdakwa dengan penuntut umum KPK, bermula saat salah seorang kuasa hukum meminta majelis hakim menyetujui keberatan status kuasa jual tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, dalam hal ada dokumen tanah yang memberatkan terdakwa dimana pelimpahan hak tanah kepada Pemkot Bandung dari saksi dipatahkan dengan bukti yang diperlihatkan penasehat hukum terdakwa kepada hakim ketua dengan disaksikan para peserta sidang.

Penasihat hukum terdakwa, Anwar Jamaludin, juga mempertanyakan tuduhan keterangan Wagiyo yang menyebut adanya “Berita Acara Musyawarah Fiktif” dalam proses pembebasan tanah RTH milik H Dadang Suganda.

Berita Terkait

Dalam sesi pembelaannya, Anwar mematahkannya melalui ketarangan tiga orang saksi, yakni mantan Camat Cibiru Tatang Muchtar, mantan Lurah Cisurupan Yaya Sutaryadi, dan Dodo Suanda, mantan Lurah Palasari Kota Bandung.

“Ini harus diluruskan agar tidak ada pandangan liar bahwa jual beli lahan RTH fiktif. Persyaratan dan prosedur jual beli sudah sesuai,” ujar Anwar Djamaludin, usai sidang.

Menyoal proses pembebasan tanah Grantex milik Dadang Suganda, sebut Anwar, faktanya dilaksanakan melalui musyawarah yang digelar DPKAD Kota Bandung. Sehingga, proses pembebasan tanah yang ada di Kelurahan Cisurupan itu sah.

“Tanah yang dijual ke DPKAD dengan luas seluruhnya 96.861 meter persegi adalah milik Dadang Suganda dan sudah sah milik Pemkot, sesuai keterangan Wagiyo,(Staf DPKAD),” ungkap Anwar.

Sementara itu, pada pembebasan lahan pengadaan tanah perkantoran  kecamatan Antapani, dijelaskan Anwar penetapan harganya dilakukan tidak berdasarkan NJOP, tapi berdasarkan Kesepakatan. Maka, adanya selisih uang sebenarnya bukan kerugian negara. Tetapi, itu keuntungan yang diperoleh si pemilik lahan.

“NJOP tak jadi dasar jual beli lahan perkantoran Antapani, sehingga tak ada kerugian negara seperti dituduhkan Penuntut Umum KPK.  Yang benar seperti kata PPTK DPKAD pembebasan tanah perkantoran, Irman. Bahwa tabel harga yang ada selisih itu disodorkan oleh Penyidik. Lalu kenapa tidak atas nama Dadang Suganda, ya itu karena berbenturan dengan UU Nomor 56 Tahun PRP 1960 Tentang Batas Maksimum Kepemilikan Tanah perseorangan tidak boleh memiliki tanah diatas seluas 5 hektar. Begitu juga Dadang Suganda. Alasan itu dirasa penting untuk mempersiapkan berkas pembelaan  terdakwa,” pungkas Anwar.

Sementara penuntut umum memberikan tanggapan atas pernyataan-pertanyaan itu. Penuntut umum tidak merevisi keyakinan sebelumnya. Menurut penuntut umum, ada strategi pembuktian pihaknya tidak terganggu dengan argumen penasehat hukum.

“Ini kan kami punya strategi, nah subyektivitas itu kan berbeda penuntut umum mohon ini jadi pertimbangan majelis,” terang koordinator penuntut umum KPK Khaerudin.

Diakhir sidang, Dadang Suganda mengajukan pertanyaan atas keterangan Wagiyo, Ivan Herdiawan dan Dodo Suanda. Pernyataan para saksi dianggap bertentangan dengan fakta kejadian perkara. Selain itu, Dadang Suganda memohon untuk melakukan pengobatan alternatif.

Majelis Hakim yang diketuai R. Benny  Eko Supriyadi, SH., MH maupun Penuntut Umum tidak keberatan.

“Silahkan ajukan permohonan,” ujar T. Benny Eko Supriyadi, dan menutup sidang. (*)

Related posts