Hakim: Red Notice untuk Linda Soetanto Tidak Sah

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menolak eksepsi yang dilayangkan oleh para tergugat, terkait perkara yang menimpa warga Indonesia yang tinggal di Singapura, Linda Soetanto. Hal itu tercantum dalam putusan sela yang dibacakan Hakim Ketua Setyabudi Tedjocahyono, Rabu (5/12).

Sidang sendiri adalah lanjutan dari pra-peradilan yang diajukan oleh Linda Soetanto, terkait Red Notice atau surat perintah penangkapan terhadap buronan yang dikeluarkan oleh Mabes Polri pada 22 Juni 2012. Maka itu, dirinya menggugat Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Surat perintah penangkapan dikeluarkan, gara-gara Linda membuat surat kehilangan kunci Safe Deposite Box miliknya ke Polsek Astana Anyar.

Gugatan Perbuatan Melawan Hukum itu dilayangkan Linda melalui kuasa hukumnya R. Ismadi, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Wila Chandrawila, SH., ke Pengadilan Negeri Bandung. Selain Kapolri cq Kapolda Jabar, juga digugat George Gunawan, Hanna Gouw.

Dalam putusan selanya itu, majelis hakim meneyebutkan red notice yang dikeluarkan Mabes Polri tidak sah, maka itu sidang harus dilanjutkan dan proses hukum yang saat ini dijalani oleh Linda harus dihentikan, hingga memperoleh kekuatan hukum tetap atau beresnya sidang pra-peradilan.

Usai sidang, kuasa hukum penggugat, R. Ismadi, mengungkapkan, akibat adanya tindakan red notice yang diterbitkan Mabes Polri, kliennya merasa dihukum, dizalimi, dan dirampas hak asasi manusianya. Sehingga mempersulit kebebasan untuk pulang dan menjalankan usahanya di Indonesia sebagai tanah airnya.

“Ada apa dibalik semua ini, sampai Mabes Polri mengeluarkan Red Notice yang biasanya dikeluarkan kepada penjahat kelas kakap, teroris atau pada seorang koruptor,” kecamnya, usai sidang.

Kasus yang menjerat Linda hingga keluar Red Notice itu, seperti diutarakan Ismadi, berawal pada tahun 2002. Saat itu, Eka Gunawan (Alm), suami Linda, menyewa safe deposit box di Bank UOB Bandung, yang tercatat atas nama Eka Gunawan dan Linda Sutanto.

Karena Linda sibuk mengurus anak-anaknya di Singapura dan Eka juga sangat sibuk, maka dibuatlah surat kuasa pada 13 Oktober 2008 kepada Hanna Gouw, adik kandung Eka Gunawan, untuk mengambil atau menaruh barang di kotak tersebut.

Setelah Eka Gunawan meninggal pada 19 Mei 2010, Linda bermaksud akan membuka kotak itu, namun dia tidak ingat dimana keberadaan kuncinya karena sudah bertahun-tahun tidak membukanya. Kemudian Linda menanyakan kepada Hanna Gouw, orang yang pernah menjadi kuasanya, namun Hanna Gouw tidak memberikan keterangan apapun.

Tujuh bulan setelah meninggal suaminya, Linda meminta solusi ke Bank UOB, karena SDB itu tercatat atas nama Linda juga, maka pihak bank menyarankan agar membuat laporan kehilangan kepada kepolisian. Atas saran itulah, Linda melaporkan kehilangan buku tabungan dan kunci SDB atas nama suaminya ke Polsek Astana Anyar, nopol: LK/242/XII/2010/Polsek Astana Anyar tertanggal 20 Desember 2010.

Namun dengan membuat surat laporan kehilangan itu, Linda malah dilaporkan ke Polda Jabar oleh George Gunawan yang juga merupakan adik dari suaminya dengan tuduhan membuat laporan kehilangan palsu. “Jadi sama kayak nitip rumah ke tetangga, kuncinya kita kasih untuk mati dan nyalain lampu. Pas kita mau masuk, kuncinya hilang, si tetangga nyebut kita maling,” Ismadi mencontohkan.

Dari laporan itu malah berbuntut panjang, sampai Linda diperiksa dan dijadikan tersangka oleh penyidik Polda Jabar dan dikeluarkan surat penangkapan, kemudian Polda juga mengajukan permohonan tindakan pencekalan kepada Ditjen Imigrasi, yang berujung keluarnya red notice. Karena tidak tahan perlakuan itu, Linda pun menggugat Mabes Polri, dan Hanna Gouw serta George Gunawan dengan gugatan perbuatan melawan hukum.

Atas putusan tersebut, pihak Linda menerimanya. Sedangkan, pihak tergugat yang diwakili oleh kuasa hukumnya masing-masing, masih pikir-pikir. Setyabudi sendiri memberikan waktu seminggu untuk menentukan sikap. Sidang sendiri akan dilanjutkan pada Selasa (11/12). (AVILA DWIPUTRA)

Related posts