Oleh: Heppy Trenggono
Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF)
Namanya Arsanto Adi Nugroho, seorang Guru Bisnis di IIBF. Kisah ini diceritakan oleh pengusaha Pontianak yang untuk pertama kalinya menyelenggarakan workshop bisnis selama 3 hari penuh yang diikuti oleh para pengusaha di wilayah Kalimantan Tengah.
Dia terheran – heran, lantaran beliau, Arsanto Adi Nugroho, sang pembicara utama, membiayai sendiri perjalanannya dari tempat tinggalnya di Solo hingga ke Pontinak. Biaya tiketnya tidak bersedia diganti oleh panitia, bahkan tidak bersedia dibayar untuk jerih payahnya mengisi workshop selama 3 hari.
Ada yang lebih mengagetkan, ketika panitia mengadakan jamuan makan selesai workshop bersama seluruh panitia tiba tiba seseorang telah membayar semua tagihan makan malam itu, dan ternyata yang membayar lagi lagi adalah sang pembicara itu!
Bagi orang yang mengenal dunia pelatihan bisnis, ini tentu sesuatu sesuatu yang tidak lazim. Biasanya Guru Bisnis, Business Coach, Motivator atau apapun namanya, kalau diundang permintaannya berstandar tinggi dengan bayaran yang tinggi pula.
Arsanto, adalah pengusaha yang memiliki beberapa bisnis, dalam perjalanannya Arsanto pernah jatuh bangun, ditipu rekan kerjanya, bahkan hampir terseret dalam masalah hutang yang berkepanjangan.
Pada tahun 2010, Arsanto terjerat masalah dengan client besarnya, sebuah perusahaan multinasional asal Inggris. Usut punya usut, ternyata GM dari Perusahaan Clientnya ini tidak bisa mempertanggung jawabkan selisih barang di Perusahaannya yang nilainya puluhan milyar. GM ini berniat menimpakan kesalahan hilangnya barang tersebut di Perusahaan milik Arsanto. Ini dilakukan dengan cara membuat transaksi transaksi palsu dan bersekongkol dengan Direksi Perusahaan milik Arsanto, dengan imbalan Direksi akan diberikan proyek di kemudian hari atas nama perusahaan baru yang akan dimiliki oleh sang Direksi. Jika ini bisa dilakukan tentunya Perusahaan Arsanto akan dibangkrutkan, dengan menyisakan utang puluhan milyar yang tidak pernah dia lakukan.
Di tengah kebingungannya Arsanto bertemu dengan IIBF, yang sejak saat itu mendampinginya dalam berhadapan dengan perusahaan multinasional berskala ratusan trilyun itu. IIBF mengambil langkah langkah terukur, membuka komunikasi dengan para petinggi perusahaan itu. IIBF memberikan peringatan bahwa bukan tidak mungkin persoalan ini akan kita bawa melalui jalur diplomatic antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Inggris, mengingat IIBF dalam persoalan ini mewakili pengusaha Indonesia secara umum.
Mencuatnya kasus ini di jajaran Direksi di London ternyata menggelinding menjadi krisis management di Perusahaan itu, beberapa GM dan Manager diperiksa dan diberhentikan, bukan hanya di Indonesia tetapi di Asia Tenggara, di tengarai management tingkat menengah banyak melakukan praktek yang merugikan para Supplier mereka.
Berbagai upaya lobi dan pendekatan dilakukan kepada Arsanto, dan akhir dari kasus ini Perusahaan Arsanto direhabilitasi, dihapus semua hutangnya, bahkan akhirnya mendapat cash sekitar Rp. 8 milyar.
Bagi Arsanto menjadi Guru Bisnis di IIBF bukanlah sebuah profesi, tetapi sebuah pengabdian. Di IIBF, orang orang seperti Arsanto memahami bagaimana keadaan seorang pengusaha yang sedang menghadapi masalah berat, bagaimana seorang pengusaha bisa kehilangan kepercayaan dirinya ketika berhadapan dengan masalah yang menjerat.
Kelihangan kepercayaan diri adalah tantangan terbesar seorang pengusaha. Ketika pengusaha kehilangan kepercayaan diri, dia bisa kehilangan banyak hal.
Di seluruh dunia, profesi Business Coach sangat dibutuhkan, untuk membantu para pengusaha dalam membangun bisnis, dalam meningkatkan kapasitasnya, dan dalam menghadapi tantangan yang sedang dihadapi.
Di sisi lain, area ini juga diwarnai dengan munculnya fenomena BAD Coach, sebuah istilah yang sangat popular di Amerika.
Keron Rose, menyatakan ada 7 cara mengenali Bad Coach, salah satunya adalah “Apakah dia melakukan apa yang dia sampaikan?” Pada umumnya Bad Coach ini tidak memiliki cukup pengalaman bisnis, atau biasanya dia telah meninggalkan bisnisnya dan memilih cukup menjadi pelatih bisnis.
Guru Bisnis yang buruk atau Bad Coach ini bahkan seringkali tidak segan minta saham kosong kepada muridnya. Dengan tampil meyakinkan, maka pengusaha dimana rasa percaya diri dalam titik yang sangat rendah, bisa menyerahkan sahamnya kepada sang Guru dengan harapan bisa segera keluar dari masalahnya. Banyak pengusaha menyesal tapi tidak bisa mundur, saham sudah terlanjur lepas.
DI IIBF saya sering menyarankan, kalau ada Guru Bisnis hebat yang minta saham kosong, minta agar Guru anda duduk di kursi Direksi. Bener bener ikut ngurus bisnisnya.
Seperti kebanyakan start up, mereka biasa merekrut Co-Founder dengan jabatan Direksi dengan bonus diberi saham besarnya bervariasi antara 2% sd 10%. Tetapi saham ini ada vesting schedulnya, ada syarat syaratnya. Salah satu syarat biasanya harus mencapai KPI atau target tertentu, misalnya dalam setahun mencapai penjualan sekian milyar, atau mendapatkan investor sebesar sekian milyar, atau mencapai profit sebesar sekian. Nah kalau tidak tercapai maka saham harus dikembalikan, dia cuma dapat gaji saja. Dengan cara ini maka pengusaha terhidar dari kerugian di kemudian hari karena sahamnya sudah terlanjur diberikan kepada orang lain.
Busines Coach di IIBF disebut V-Coach, “V” dalam V-Coach itu artinya Voluntary, sukarela, tidak meminta bayaran.
Itulah mengapa orang seperti Arsanto membiayai dirinya sendiri ketika mengajar.
Ada ratusan orang seperti Arsanto di IIBF. Mereka mengajar bisnis bukan karena merasa paling pinter, mereka tidak meminta bayaran bukan karena merasa paling kaya, mereka mengajar bukan karena itu..mereka mengajar karena mereka peduli!
Semoga, semakin banyak orang yang peduli terhadap nasib bangsanya sendiri, dan semoga bangsa Indonesia segera bangkit menjadi bangsa yang berjaya, sebagaimana bangsa bangsa maju di dunia. (HT)