Gaya Hidup Selama Ramadhan Dorong Inflasi

Kesibukan pedagang makanan. (DOK. JABARTODAY)

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Direktur Eksekutif Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI Jawa Barat – Banten Lucky Fathul Aziz Hadibrata memperkirakan inflasi naik selama Ramadhan. Inflasi diperkirakan berada pada kisaran 1,5 persen sampai 2 persen mulai satu bulan sebelum Ramadhan hingga sebulan setelah Lebaran. Tahun lalu, inflasi selama Ramadhan berada pada angka 1,2 persen.

Namun demikian, Lucky memastikan terjadinya kenaikkan inflasi bukan diakibatkan berkurangnya daya beli masyarakat. Gaya hidup untuk berbelanja lebih tinggi dari hari-hari biasa lebih menjadi pemicu terjadinya inflasi. Gaya hidup khas Ramadhan ini terus terjadi setiap tahunnya.

“Bisa dibilang, tidak ada orang yang kekurangan selama Ramadhan. Biasanya, pada selama Ramadhan kita rajin berbagi dengan saudara yang kurang mampu. Yang pasti saja kan zakat fitrah,” kata Lucky di kantornya, Kamis (5/7).

Di luar aspek kultural, asumsi kenaikkan inflasi berkaitan dengan antisipasi kalangan industri dalam menyikapi kenaikkan gas. Juga menyangkut kebijakan pemerintah mengatur pintu masuk impor holtikultura. Ketidakpastian pemulihan perekonomian global juga berpotensi menekan rupiah lebih lanjut.

“Belum lagi potensi terlampauinya kuota konsumsi BBM bersubsidi pada APBN Perubahan 2012. Faktor-faktor tersebut dapat memberikan dampakm lanjutan terhadap memburuknya ekspektasi inflasi masyarakat,” Lucky beralasan.

Untuk mengendalikannya, Lucky yang menjadi salah satu tim pengendali inflasi Jawa Barat mengaku akan melakukan beberapa langkah. Pertama, pihaknya bakal berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengintensifkan operasi pasar melalui pembiayaan APBD, menggelar pasar murah, operasi pasar mobile, dan rapel beras miskin.

Kedua, pihaknya akan menginformasikan ketersediaan pasokan bahan makanan. Sejauh ini, stok tersedia masih sangat memadai sehingga masyarakat tidak perlu khawatir menghadapi kenaikkan sejumlah komoditas.

“Langkah ketiga adalah mengimpau masyarakat agar mengubah pola konsumsi. Yakni, dari protein hewani yang selama ini banyak didatangkan dari luar menjadi protein nabati seperti jamur. Juga mengubah kebiasaan dari mengonsumsi cabe merah kering menjadi sambal botolan,” terang Lucky.

Lucky menambahkan, imbauan mengubah pola konsumsi menjadi makanan olahan karena volatilitasnya lebih terjamin. Dengan demikian, tidak rentan terhadap inflasi.(NJP)

Related posts