JABARTODAY.COM – BANDUNG Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia (IKA UPI) Enggartiasto Lukita meminta jajaran Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan obyektif selama memeriksa dugaan penyimpangan di UPI.
“Saya sudah minta itjen terbuka atas hasil pemeriksaan dan menjelaskan pada publik apa saja temuannya. Kalau ada penyimpangan, tindaklajuti dan proses sesuai hukum,” ungkap Enggar kepada para anggota tim Gerakan Penyelamatan UPI melalui pesan singkatnya, Sabtu (20/07/13).
Dia juga telah meminta Itjen Kemendikbud melibatkan KPK jika ternyata menemukan penyimpangan. “Tapi kalau ternyata tidak menemukan penyimpangan, harus dijelaskan juga dengan data dan bukti yang valid!” tegas mantan aktivis Dewan Mahasiswa IKIP Bandung ini.
Koordinator Gerakan Penyelamatan UPI Didin Saripudin menambahkan, timnya terus berusaha mengumpulkan data dan bukti untuk mendukung pemeriksaan yang sedang dilaksanakan Itjen Kemendikbud.
“Kawan-kawan yang peduli dan ingin menyelamatkan UPI dari praktik korupsi terus bergerak mengumpulkan data. Bahkan bila perlu kalau data dan bukti sudah lengkap kami juga akan melaporkannya ke KPK,” tegas Didin.
Seperti diketahui, Gerakan Penyelamatan UPI melaporkan sejumlah dugaan penyelewengan ke Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Dirjen Pendidikan Tinggi.
Laporan itu di antaranya mengungkap Gedung Training Centre dan Dormitory yang dibangun tahun 2009 lalu, beralih fungsi menjadi hotel bernama ‘Isola Resort’. Termasuk Dormitory yang mestinya dijadikan asrama mahasiswa, malah dikomersilkan di bawah manajemen Hotel Isola Resort. “Padahal dalam site plan-nya itu adalah training center dan asrama mahasiswa. Kok malah dikomersilkan?” tukas Didin.
Selain itu, diduga ada penyimpangan pada pembangunan Gedung Training Centre di Kota Serang, Provinsi Banten. Pengerjaannya dimulai pada 2010 lalu. Namun, kata Didin, pada tahun 2011, proyek itu putus di tengah jalan lantaran terkendala Izin Mendirikan Bangunan (IMB). “Pemerintah Kota Serang akhirnya menyegel bangunan itu karena tidak memiliki IMB. Kami curiga dalam proyek ini ada korupsi,” tegasnya.
Bahkan sambung Didin, di UPI terjadi penghamburan dan penyimpangan dana yang bersumber dari masyarakat. Berdasarkan catatan timnya, setiap tahun UPI mampu mengumpulkan Rp 260 miliar. Itu, kata Didin, diperoleh dari uang pendaftaran mahasiswa, iuran semester dan lain-lain.
Tak hanya itu, mulai tahun 2011 lalu, UPI juga memungut sumbangan kepada mahasiswa baru untuk membantu mahasiswa tidak mampu. Dana tersebut dikelola oleh Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Al Furqon hingga terhimpun dana mencapai Rp 3,49 miliar. Sedangkan tahun 2012 terkumpul sebesar Rp 3,67 miliar.
Tahun 2013 ini, calon mahasiswa baru dari jalur undangan juga sudah diminta kesediaaan untuk menyumbang. Padahal, sudah ada kebijakan dari Ditjen Dikti tentang uang kuliah tunggal. “Akuntabilitas pengelolaan uang dari masyarakat itu kami duga tak jelas dan tak transparan,” tegasnya.
Di UPI juga tambah Didin, diduga terjadi rangkap jabatan dan tunjangan ganda. “Ada beberapa orang yang pejabat di UPI yang rangkap jabatannya. Ini tentunya berefek juga pada tunjangan yang sudah pasti ganda,” beber pria yang kini masih menjadi dosen di universitas pencetak guru ini.
Tim Gerakan Penyelamatan UPI juga mencatat ada pembiaran dalam hal pelanggaran akademik dan administrasi. Praktik kecurangan seperti jual beli nilai yang diduga dilakukan oleh oknum dosen dan staf administrasi dan mahasiswa di lingkungan UPI sudah diketahui oleh rektor sejak tahun 2008 lalu. “Sayangnya, sanksi dari rektor terkait masalah ini tidak tegas. Jelas, ini ada upaya pembiaran,” tegasnya. (Rommy Roosyana)