Sejauh ini, masih banyak kasus kecelakaan yang melibatkan kereta api, utamanya, pada perlintasan sebidang. Melihat kondisi itu, PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional II Bandung, mengajukan usul kepada pemerintah kota-kabupaten untuk melakukan berbagai upaya guna meminimalisir angka kecelakaan pada pintu perlintasan sebidang.
Kepala Humas PT KAI Daop II Bandung, Zunerfin, Senin (14/4/2014), tidak membantah bahwa di wilayah kerjanya, cukup sering terjadi kecelakaan yang melibatkan KA, termasuk pada pintu perlintasan. Zunerfin meneruskan, di Kota Bandung, setidaknya, ada empat titik pintu perlintasan yang tergolong rawan kecelakaan. Antara lain, sebut dia, Jalan A Yani (Kosambi), Jalan Laswi, Jalan Kiaracondong, dan Jalan Andir.
Karenanya, untuk meminimalisirnya, cetus Zunerfin, pihaknya mengajukan dua usul kepada pemerintah. “Usul pertama, membangun under pass atau fly over. Yang kedua, yaitu menutup pintu perlintasan sebidang tidak resmi alias liar,” ujarnya.
Menurutnya, makin banyaknya pintu perlintasan sebidang disebabkan beberapa hal. Di antaranya, bertambahnya akses baru menuju sebuah kawasan. Sebaiknya, lanjut dia, jika berlangsung pengembangan kawasan yang aksesnya harus melintasi jalur KA, ada koordinasi antara pemerintah setempat, pihak yang melakukan pengembangan, dan PT KAI. “Dalam konteks ini, pemerintahlah yang memberi izin ada tidaknya pintu perlintasan,” ucapnya.
Dia mengemukakan, berdasarkan Undang Undang No 23 tentang Perkeretaapian, persoalan pintu perlintasan sebidang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota. Artinya, pengelolaan dan penyediaan pintu perlintasan sebidang menjadi kewenangan pemerintah, mulai level pusat hingga daerah. Kewenangan itu, jelas Zunerfin, diperkuat oleh adanya penandatanganan antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perhubungan beberapa waktu lalu.
“Di wilayah kerja kami, terdapat sebanyak 526 titik pintu perlintasan sebidang. Sebanyak 142 titik. Sisanya, merupakan perlintasan sebidang liar,” ungkap Zunerfin.
Ia menandaskan, jika mengacu UU No 23 dan kesepakatan antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perhubungan, pengelolaan pintu-pintu perlintasan sebidang, termasuk tidak resmi, dilakukan pemerintah.(ADR)