Perahu Hibah Tidak Sesuai Spesifikasi

ISTIMEWA
ISTIMEWA

JABARTODAY.COM – BANDUNG

Sebagai negara maritim, sebenarnya, negara ini memiliki kekayaan laut yang luar biasa. Melihat kondisi itu, idealnya, kalangan nelayan di tanah air, termasuk Jawa Barat, berada dalam kondisi kehidupan yang sejahtera. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Mayoritas nelayan di Jabar masih memerlukan dukungan.
 
Untuk mendukung para nelayan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan menggulirkan program bantuan hibah. Bentuknya, berupa perahu nelayan berbobot 30 gross ton, rencananya, perahu-perahu itu bagi kelompok usaha bersama (KUB) di Sukabumi, Indramayu, Cirebon, Karawang, dan Subang.
 
Wakil Sekretaris Jenderal Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Jabar Nurudi, di Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Jabar, Senin (3/3/2014), mengatakan, sebenarnya, program bantuan seperti itu juga terjadi beberapa tahun sebelumnya.
 
Akan tetapi, ungkap dia, pemanfaatan kapal-kapal bantuan itu tidak optimal. Pasalnya, jelas pria asal Subang tersebut, spesifikasi kapal-kapal itu tidak sesuai dengan kapal-kapal yang biasa digunakan kalangan nelayan Jabar. “Ada informasi, kapal bantuan beberapa tahun lalu, mengalami kebocoran,” ucap Nurudi.
 
Bahkan, sambungnya, karena tidak sesuai spesifikasi, ada pula nelayan yang mengembalikan kapal-kapal itu kepada Dinas Kelautan dan Perikanan. Pengembalian itu karena, jelasnya, spesifikasinya tidak sesuai kebutuhan.
 
Selain itu, mayoritas, para nelayan melakukan pola kerjasama dengan pemodal besar dalam pemanfaatan kapal-kapal tersebut dan berpola bagi hasil . Akan tetapi, pola itu tidak menguntungkan para nelayan. Itu karena, para nelayan memperolah bagian yang kecil dalam pola bagi hasil tersebut.
 
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Kadin Jabar Bidang Kelautan, Perikanan, dan Lingkungan Hidup Sugih Wiramikarta membenarkan adanya bantuan kapal tersebut. “Jumlahnya 17 unit. Nilai totalnya sekitar 25 miliar,” beber Sugih.
 
Sugih mengatakan, ada hal yang membuat pihaknya terkejut. “Kami memperoleh informasi bahwa besok (Selasa), berlangsung pelelangan. Padahal, saat audiensi dengan Dinas Kelautan, hal itu tidak ada informasinya,” ujar Sugih.
 
Sugih pun menilai ada keganjilan dalam proses pelelangan pengerjaan perahu bagi para nelayan itu. Diantaranya, jelas dia, dalam peraturan proses pelelangan pembuatan, salah satu syaratnya, lokasi pekerjaan harus memiliki galangan kapal. “Dalam surat itu tertera lokasi pekerjaan, yaitu antara lain, Sukabumi dan Pangandaran, yang nilainya Rp 5,99 miliar dan Pelabuhan Ratu bernilai Rp 4,49 miliar. Tapi, sejauh ini, di Sukabumi dan Pangandaran tidak ada galangan kapal,” paparnya.
 
Lokasi lainnya, sambung dia, Indramayu, Cirebon, Subang, dan Karawang, yang nilainya Rp 14,67 miliar. Memang, kata dia, di Indramayu terdapat galangan kapal. Meski demikian, dirinya mempertanyakan apakah galangan itu sudah memenuhi persyaratan, seperti adanya surat keterangan dan sebagainya. “Kalau ada, tidak ada masalah. Sebaliknya, kalau tidak ada?” tanya Sugih.
 
Kabarnya, Sugih menuturkan, pengerjaan kapal-kapal itu berlangsung di Batang. Uniknya, sambung dia, jika mengacu pada keterangan tertulis mengenai proses pelelangan, tempat pekerjaan berlokasi di Jabar, yaitu Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, Ciamis, dan Sukabumi.
 
“Jadi, kami mempertanyakan proses pelelangan pembuatan kapal itu. Karenanya, kami mengirimkan surat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mempertanyakan masalah pelelangan tersebut,” tutup Sugih. (ADR)

Related posts