
JABARTODAY.COM – BANDUNG
Sewindu pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib, ditandai dengan munculnya avatar (gambar profil) sang aktivis di banyak akun sosial media, terutamanya Twitter. Hal itu untuk mencapai target 2 juta avatar Munir, sejumlah jurnalis, politikus, mahasiswa, para aktivis dan yang tergugah untuk mencapai target itu.
Itu merupakan sebuah kritik terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, dimana sejak tewas di atas pesawat Garuda Indonesia 8 tahun lalu, kasus kematian Munir belum juga terungkap. Berdasarkan informasi, ide ini berasal dari pembuat film dokumenter Dhandy D. Laksono, yang berusaha mengingat kembali tragedi yang berawal di Bandara Changi, Singapura itu.
Melalui akun @Dandhy_Laksono, pada Minggu 2 September 2012, ia menulis: Bila 10% populasi twitter Indonesia berkenan jadi ”buzzer” dengan memasang avatar ini, akan ada 2 juta ”Munir” pekan ini.
Dua juta Munir di Twitter, kata Dhandy, adalah target realistis. Sebab saat ini, pengguna jejaring sosial bersimbol burung biru di Indonesia saja hampir 20 juta. “Perkembangannya luar biasa. Dua tahun lalu hanya 6 juta pengguna,” ujar pembuat film dokumenter tentang Munir berjudul ”Kiri Hijau Kanan Merah”, ini.
Tak hanya memasang foto sang aktivis, tapi juga muncul beberapa hashtag, seperti #melawanlupa, #menolaklupa dan #8thnmunir. Kicauan mereka bermacam-macam, ada yang berisi tentang pengalaman pribadi bersama sang tokoh, ada pula serial tentang perjuangan Munir.
Salah satu politisi, akademisi, mantan aktivis mahasiswa, Fadjroel Rachman, dalam akun @fadjroeL, aktif mengenang Munir. Selain Fadjoel, ada juga wartawan Kompas Bandung, Didit Erlangga Putra dalam akun @eldidito, yang juga memasang avatar Munir, serta berkicau tentang pria pemberani tersebut.
Menurut salah satu aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kabupaten Bandung, Oki Sukirman, pemasangan avatar Munir sebagai bentuk dukungan penyelesaian kasus pembunuhan sang aktivis HAM, yang belum menemukan titik terang.
“Gerakan 2 juta avatar Munir di sosial media-red, menurut saya adalah gerakan perlawanan terhadap media- media konvensional yang “malu-malu kucing” untuk bersuara lantang, karena terkooptasi “tangan-tangan gaib” pemilik modal,” ujarnya, saat dihubungi, Jumat (7/9) siang.
Tren gerakan di sosial media dengan gerakan kampanye, ditambahkan Oki, adalah keluarnya suara-suara kebebasan dari gua-gua pengekangan. “Diharapkan gerakan tersebut menjadi kesadaran yang membumi. Karena disuarakan oleh orang banyak, bukan hanya media 1 atau 2, yang pasti kaya akan kepentingan masing-masing,” imbuhnya. (AVILA DWIPUTRA)