Dilema Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bandung

Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha

JABARTODAY.COM – BANDUNG Sejak Peraturan Nomor 4 Tahun 2021 disahkan pada 17 Mei 2021, Kota Bandung memiliki regulasi tentang kawasan tanpa rokok. 

Pemerintah Kota menindak lanjuti Perda KTR tersebut melalui kebijakan walikota di lima titik ruang publik, yaitu kawasan Alun-alun Bandung, Jalan Braga, Pasar Cihapit, Plaza Balai Kota, dan Taman Tongkeng.

Terkait itu pula, penerapannya bisa disebut masih sangat lemah. Ditengarai situasi itu turut memicu persentase kunjungan wisatawan di kota Bandung cukup besar.

Perda Nomor 4 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok, mengkaji secara bahasa menjadi tidak pas. Nomenklaturnya beda dengan sebutan kawasan bebas asap rokok.

Wakil Ketua II DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha mengatakan, regulasi KTR di Bandung ini belum begitu kuat dalam penerapannya karena produk turunannya belum ada berupa peraturan walikota. Atau juga pengaturan KTR cukup dengan peraturan walikota saja tidak harus  dalam bentuk Perda.

Berita Terkait

“Saya tidak yakin Perda KTR memperkuat keinginan penguatan kawasan bebas rokok,” kata Achmad, saat dihubungi, Rabu (17/12/2021).

Menurut politisi PDI Perjuangan ini, memang ada masalah yang muncul dan menjadi perdebatan dari pelaksanaan Perda KTR.

“Salah satunya strategi kepatuhan penerapan kawasan tanpa rokok. Harusnya, yang benar kawasan bebas asap rokok,” ujar Achmad.

Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bandung ini juga mengingatkan, tingginya angka perokok dapat menimbulkan potensi penyakit tidak menular. Maka, perlu memperhatikan kesadaran akan bahaya merokok.

Kendati demikian, kata dia, siapapun punya hak untuk merokok. Namun, harus juga menghormati hak mereka yang bukan perokok dalam mendapatkan udara bersih.

“Untuk itu harus diatur batasan ruang publik mana yang di atur sebagai KTR. Semua demi melindungi kepentingan masyarakat,” kata Achmad.

Achmad menyatakan, Pemkot seharusnya hanya membuat aturan yang sesuai dengan kewenangannya. Maka itu, sambungnya, senantiasa mengkaji setiap membuat kebijakan yang dinilai bertentangan dengan kepentingan umum.

“Dewan adalah wakil rakyat dan penyelenggara pemerintahan di daerah. Kami meminta walikota untuk klarifikasi terkait penerapan Perda KTR ini. Aturan yang tidak jelas, di level daerah timbulkan ketidakpastian.Terlebih, kami tidak pernah dilibatkan dalam hal terapan kebijakan di masyarakat. Kebijakan itu minimal disosialisasikan dulu,” pungkasnya. (*)

Related posts