Dicari Manajer Persib Mumpuni…

BAGI bobotoh Persib yang kini berusia 35 tahun ke atas, pasti ingat dengan nama-nama pemain Pangeran Biru: Sobur, Boyke Adam (penjaga gawang), Wawan Hermawan, Wawan Karnawan, Ade Mulyono, Suryamin, Ujang Mulyana, Sarjono, Adeng Hudaya, dan Robby Darwis. Lalu, Yoce Roni, Kornelis, Ajid Hermawan, Ajat Sudrajat, Yana Rodiana, Sam Triawan, Iwan Sunarya, Dede Rosadi, Djadjang Nurdjaman, Sukowiyono, Suhendar, Kosasih, dan Djafar Sidik.

Ya, mereka adalah punggawa Persib yang kerap dilabeli generasi emas tim kebanggaan warga Jabar ini. Di bawah asuhan pelatih Nandar Iskandar, Maung Bandung menyabet Piala Emas Presiden Kompetisi Divisi Utama Perserikatan 1985/1986. Persib menumbangkan Perseman Manokwari melalui gol semata wayang Djajang Nurjaman.

Manisnya gelar juara juga dirasakan Persib saat menjuarai Kompetisi Divisi Utama 1989/1990 setelah mengkandaskan perlawanan Persebaya 2-0 saat grand final melalui gol Sutiono Lamso dan Dede Rosadi. Dalam skuad Persib di awal era ’90-an itu terdapat nama Samai Setiadi, Gatot Prasetyo, Anwar Sanusi (penjaga gawang), Adeng Hudaya, Ade Mulyono, Dede Iskandar, Robby Darwis, Asep Somantri, Ajat Sudrajat, Yusuf Bachtiar, Djadjang Nurdjaman, Sutino Lamso, Nyanyang, Dede Rosadi, Edi Sutarsa, dan Yaya Sunarya.

Kemudian, di penghujung gelaran Kompetisi Divisi Utama Perserikatan pada musim 1993/1994 Persib meraih titel jawara selepas membungkan PSM Makassar 2-0 saat grand final, melalui  gol Yudi Guntara dan Sutiono Lamso.

Kedigdayaan Persib kembali diukir sewaktu PSSI memutuskan melebur Liga Sepakbola Utama (Galatama) dengan kompetisi perserikatan pada musim kompetisi  1994/1995. Di bawah komando pelatih Indra Thohir dan ditulangpunggungi pemain Anwar Sanusi (kiper), Mulyana, Robby Darwis, Yadi Mulyadi, Dede Iskandar, Nandang Kurnaedi, Yudi Guntara, Asep Kustiana, Yusuf Bachtiar, Kekey Zakaria, serta Sutiono Lamso, Persib menorehkan hasil gemilang dalam kompetisi yang dilabeli Liga Indonesia. Persib mempermalukan Petrokimia Putra melalui gol Sutiono Lamso. 1-0 kemenangan mengantarkan Persib jadi pamuncak Liga Indonesia.

Ceritera selanjutnya, duka nestapa menyertai tim ini. Gonta-ganti          manajer, pelatih, pemain, tak berujung pada torehan hasil gemilang. Bahkan, saat kran perekrutan pemain asing dibuka di tubuh tim yang menjuarai Liga Indonesia dengan bermodalkan 100 persen pemain pribumi itu dibuka, prestasi Persib tetap melempem.

Yang justru terdengar ingar-bingar ke permukaan adalah semakin antusiasnya bobotoh dalam mendukung Persib. Jika era ’80-an dan ’90-an dukungan untuk Persib tidak diorganisir oleh organisasi bobotoh, kini nama-nama macam Viking dan Bomber sangat akrab di telinga penggemar sepak bola tanah air.

Pertanyaannya kemudian, ada apa dengan Persib?   Ketika dukungan Persib untuk menggondol juara sedemikian besar, namun kenapa pada saat bersamaan begitu sulit untuk menorehkan prestasi terbaik? Apakah persoalannya pada manajemen, pelatih, pemain, atau jangan-jangan persoalan justru ada pada bobotoh. Tekanan dari bobotoh yang sedemikian besar malahan menjadi beban yang teramat berat bagi Persib.

Bisa jadi, inilah PR terbesar yang harus direalisasikan oleh manajemen Maung Bandung. Pokoknya, tidak ada kata lain Persib harus juara. Mungkin tak terlalu penting untuk mengutak-atik bahwa pemain Persib saat ini tak lagi bermental juara seperti era generasi emas dulu. Di samping itu, kritikan yang menyebutkan bahwa pemain Persib lebih didominasi pemain luar Bandung dan Jabar mungkin juga tak terlampau urgen. Bagi kalangan yang bermazhab sepak bola sudah mengglobal, sepak bola tak lagi menempatkan ruang kedaerahan dan menganakemaskan pemain pribumi. Yang penting, bagi mazhab ini, tim bisa juara. Itu saja.

Jika begitu, siapa yang memiliki posisi paling berperan untuk mengantarkan Persib juara? Untuk soal kualitas pemain Persib saat ini jangan ditanya. Nama-nama yang dinominasikan oleh pelatih untuk menjadi pemain Persib seperti Supardi, M.Ridwan, Firman Utina,  Maman Abdurahman, Hariono, Atep, Airlangga Sucipto, dan Tony Sucipto pernah merasakan bangganya jadi pemain nasional. Untuk pemain asing: Herman Epandi Dzumafo, Kenji Adachihara, dan Abanda Herman, sudah begitu bersinar dalam kancah LSI beberapa tahun terakhir.

Soal pelatih tak perlu ditanya pula. Djadjang Nurjaman memiliki pengalaman segudang baik sebagai pemain maupun pelatih. Dia adalah salah satu pemain yang mengantarkan Persib juara Divisi Utama Perserikatan pada era ’80-an. Selain itu sebagai pelatih pun, Djadjang sarat pengalaman. Selain sebelumnya pernah menukangi Persib, terakhir pelatih bertubuh mungil ini menangani Pelita Jaya.

Nah, kalau soal manajer bagaimana? Mungkin, inilah persoalannya. Bagi manajer yang mengomandani Persib saat ini harus banyak belajar kepada Solihin GP dan Ateng Wahyudi. Kala mengantarkan Persib ke grand final Divisi Utama Perserikan 1982/19983 dan 1983/1984, Mang Ihin, sapaan akrab Solihin GP,  dikenal begitu dekat dengan pemain. Begitu pun Ateng Wahyudi. Mantan Walikota Bandung yang mendampingi Persib saat menggondol juara Divisi Utama Perserikatan 1989/1990 ini, menjadi motivator yang mumpuni untuk mendorong  semangat pemain.

Kesamaan lain dari kedua mantan manajer Persib ini yaitu tidak mencampuri urusan pelatih. Soal teknis dan strategi permainan, serahkan sepenuhnya kepada pelatih.

Dari gambaran tadi, apakah Manajer Persib kali ini, Umuh Muchtar, bisa belajar banyak dari keberhasilan kedua maestro manajer Persib itu? Jika tidak, Persib ya tetap begini-begini saja. Nama-nama pemain pun tak akan dikenang sebagai pemain penggondol juara, layaknya pemain yang disebutkan di awal tulisan ini. (DEDE SUHERLAN/JABARTODAY.COM)

Related posts