Pada 1 Januari 2014, dua lembaga BUMN, PT Jamsostek dan PT Asuransi Kesehatan (Askes) resmi bertransformasi, masing-masing menjadi Badan Penyenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan serta Kesehatan. Sejak itu pula, program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), yang awalnya dikelola PT Jamsostek, mulai 2014, menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan.
Adanya pengalihan itu, secara otomatis, terjadi transformasi kepesertaan dan dana kelola program JPK. Menurut Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Drg. Usman Sumantri, hingga pekan pertama Februari tahun ini, jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan sebanyak 86,4 juta peserta.
Usman membenarkan adanya transformasi program JPK Jamsostek, membuat dana kelola BPJS Kesehatan meningkat. Hingga pekan perdana Februari 2014, jumlah dana kelola BPJS Kesehatan mencapai Rp 19,93 triliun.
Usman mengakui bahwa untuk memberikan pelayanan terbaik bukan perkara mudah. BPJS Kesehatan, ungkapnya, masih terus melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan, tidak hanya masalah pelayanan, tetapi juga pemahaman, yang hingga kini, masih belum optimal. “BPJS Kesehatan masih terus melakukan pematangan, termasuk tenaga medis, seperti dokter, dan juga pusat pelayanan kesehatan (PPK) 1 serta PPK 2. Ini agar pelayanan BPJS Kesehatan menjadi lebih baik,” ujarnya pada Sosialisasi BPJS Kesehatan di Hotel Novotel, Kamis (20/2/2014).
Usman tidak membantah bahwa sampai saat ini, masih banyak rumah sakit dan masyarakat yang belum paham mengenai BPJS Kesehatan secara utuh. Misalnya, jelas dia, belum sepahamnya mengenai pengobatan darurat. “Masyarakat menilai pengobatan darurat itu terjadi jika pasien benar-benar membutuhkannya. Sedangkan rumah sakit berpendapat lain,” kata dia.
Di tempat yang sama, Kepala BPJS Kesehatan Wilayah Jabar Aris Jatmiko menambahkan, di wilayahnya, jumlah peserta hingga Februari 2014 sekitar 11 juta peserta. “Tahun depan, bidikan kami adalah BUMN, BUMD, termasuk korporasi-koperasi atau badan usaha-badan usaha berskala besar, menengah, dan kecil. Pada 2016, target kami adalah pelak usaha mikro, pekerja bukan penerima upah (PBPU), dan bukan pekerja. Pada 2019, kami menargetkan seluruh lapisan masyarakat menjadi peserta,” urai dia.
Seperti halnya Usman, Aris tidak membantah bahwa masih banyak PPK 1 dan PPK 2 yang belum optimal menjalankan fungsinya sebagai mitra BPJS Kesehatan. Salah satu contohnya, adanya penolakan sebuah RS di Cimahi yang menolak pasien peserta BPJS karena domisilinya di luar Cimahi.
“Padahal, jika mengacu pada Undang Undang Kesehatan, hal itu tidak benar. Lagi pula, peraturan mengenai BPJS Kesehatan menyatakan, setiap RS yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memberikan pelayanan kepada seluruh peserta tanpa melihat domisili peserta,” papar dia.
Mengenai jumlah fasilitas kesehatan (PPK 1 dan PPK 2) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, Aris menyebutkan, di Jabar, totalnya mencapai 16.548 unit, Khusus rumah sakit, imbuh dia, jumlahnya 1.750 unit. Terdiri atas, sahut dia, 919 unit RS swasta, 641 unit RS Pemerintah, 108 unit RS TNI, 45 unit RS Polri, dan 37 unit klinik.
Upaya lain meningkatkan pelayanan, Aris menegaskan, pihaknya siap menjalin dan membuat kesepakatan dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi berkaitan dengan transformasi sekitar 1,8 juta peserta program JPK PT Jamsostek, yang merupakan para pekerja. (VIL/ADR)