CT: Tahun Depan, Ekonomi Masih Berat

jabartoday.com/net
jabartoday.com/net
JABARTODAY.COM – BANDUNG — Kondisi perekonomian nasional selama 2015 memang begitu berat. Buktinya, laju pertumbuhan ekonomi melambat. Beberapa hal menjadi faktor penyebab terjadinya kondisi tersebut. “Ekonomi 2015 melambat karena memang daya beli merosot. Itu disebabikan pengaruh global sebagai akibat krisis yang melanda Amerika Serikat (AS),” tandas CEO Transcorp Media, Chairul Tandjung (CT), pada Economic Outlook 2016 di Trans Luxury Hotel, Jalan Gatotsubroto Bandung, Jumat (3/12) malam.

Dikatakan, efek krisis yang terjadi di Paman Sam dirasakan hampir seluruh negara. Karenanya, lanjut CT, AS menerbitkan sejumlah kebijakan ekonomi. Di antaranya, memberlakukan stimulus. Caranya, jelas dia, mencetak dolar yang lebih banyak dan perbankannya menerbitkan obligasi. Tujuannya, jelas dia, agar ekonomi negara adi daya itu bergerak.

Pencetakan dolar secara cukup masive itu berefek pada peredarannya ke berbagai negara, termasuk emerging countries, yang satu di antaranya, adalah Indonesia. Dampak peredaran dolar AS itu, ekonomi membaik secara perlahan. Namun, katanya, hal yang cukup menjadi kekhawatiran, kata dia, jika ekonomi AS menguat, negara berbasis ekonomi liberal itu menarik uangnya, termasuk dari emerging countries. Hal itu, jelas dia, untuk mencegah inflasi. Akibatnya, saham anjlok, permintaan turun. Nilai tukar pun drop, termasuk rupiah. Situasi tersebut, lanjutnya, yang kini dirasakan negara-negara berkembang.

Lalu, bagaimana 2016? CT memprediksi, perekonomian nasional pada tahun depan masih tergolong berat. Hal itu, jelasnya, mengacu pada prediksi International Moneter Fund (IMF), yang memperkirakan, harga berbagai komoditas masih flat. Perkiraannya, tahun depan, pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,2-5,4 persen. Sedangkan rupiah, sekitar Rp 14.000 per dolar AS, plus minus Rp 1.000 per dolar AS. Sementara inflasi, sekitar 5 persen plus-minus 1 persen.

“Bagi Indonesia, agar ekonomi bergerak, sebaiknya beralih sektor. Yang terbaik adalah industri. Itu karena, industri dapat menyerap tenaga kerja yang banyak. Jika itu terjadi, tentunya, daya beli kembali meningkat. Efeknya, roda ekonomi pun bergerak,” tutupnya. (ADR)

Related posts