Bupati Karawang Terancam 20 Tahun Penjara

jabartoday.com/web
jabartoday.com/web

JABARTODAY.COM – BANDUNG
Salah satu upaya menghilangkan jejak aliran uang hasil penggelapan atau korupsi, seperti suap, yaitu melakukan pencucian uang (money loundry). Tidak sedikit kalangan yang melakukan money loundry untuk menutupi kecurangannya. Namun, sehebat-hebatnya upaya menutupi kebobrokan, lambat laun terungkap.

Upaya pencucian uang pun, kuat dugaan, dilakukan Bupati Karawang non-aktif, Ade Swara, beserta isterinya, Nurlatifah, yang t

ercatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Karawang. Keduanya terjerat pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kuat dugaan, pasangan pejabat ini melakukan money loundry dan pemerasan kepada CEO PT Tatar Kertabumi senilai Rp 5 miliar.

Dugaan tersebut terungkap ketika tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan dakwaannya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, belum lama ini. Dalam dakwaannya, JPU menyatakan, orang nomor satu Kabupaten Karawang non-aktif itu memaksa petinggi PT Tatar Kertabumi menyerahkan fulus 424.349 Dollar Amerika Serikat (AS). Peruntukannya bagi pembelian lahan, bangunan, dan biaya sejumlah aktivitas.

Dalam persidangan yang majelis hakimnya diketuai Nawawi Pamolongo dan disertai dua hakim anggota, Adriano serta Djoko Indiarto, Koordinator JPU KPK, Yudi Kristiana, mengatakan, sebagai pejabat kabupaten, Ade berkewenangan untuk menerbitkan persetujuan atau penolakan berkenaan dengan permohonan izin Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan. Akan tetapi, kata Yudi, pihaknya menilai Ade secara sengaja mempersulit proses perizinan atas nama perusahaan tersebut.

Sikap Ade tersebut, jelas Yudi, melanggar Pasal 5 angka 4 dan 6 UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tidak itu saja, lanjut Yudi, pihaknya pun beranggapan bahwa Ade melakukan aksi money loundry. Dugaannya, aksi itu terjadi pada periode Desember 2013-Juli 2014.

Upaya money loundry itu, jelasnya, antara lain, membeli tanah-tanah dan bangunan senilai Rp 27.365.150.000, yang merupakan hasil korupsi. Tujuan pembelian tanah dan bangunan tersebut, jelas Yudi, tidak lain menyembunyikan asal usul hartanya.

Berdasarkan hal itu, Yudi menyatakan, pasangan suami isteri itu terjerat Pasal 12 huruf e UU No 31/1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 UU No 8/2010 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sanksinya, berupa hukuman penjara maksimal 20 tahun. (ADR)

Related posts