JABARTODAY.COM – BANDUNG — Untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi, kehadiran investor menjadi sebuah hal dan unsur penting. Namun, agar investor tertarik , tentunya, sebuah negara wajib memiliki beberapa persyaratan. Satu di antaranya, dalam hal sistem birokrasi yang efisien dan transparan. Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir, sistem birokrasi di Indonesia masih belum efisien. Bahkan, jika berbicara transparasi, sepertinya, kondisinya masih jauh.
“Berdasarkan survey, tata kelola pemerintahan dan birokrasi di Indonesia masih di bawah 50. Artinya, pemerintahan dan birokrasi di Indonesia belum akuntabel, efisien, dan transparan. Bagi perekonomian dan dunia usaha, itu merupakan sebuah kondisi yang tidak mendukung,” tandas Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, pada Diskusi dengan Kadin Jabar, Rabu (11/2) malam.
Bahkan, lanjut pria kelahiran 29 Mei 1968 ini, ASIAN Newsweek menilai Indonesia tidak punya kejelasan dalam hal perizinan. Selain itu, sambung dia, negara ini pun tidak ada pedoman yang pasti dalam hal berkegiatan usaha.
Anggota DPR RI peridoe 2004-2009 yang kini menjadi politisi Partai Hanura tersebut melanjutkan, belum efieien, akuntabel, dan transparannya sistem birokrasi itu menghasilkan sebuah konsekuensi bagi sektor perekonomian. Satu di antaranya, menjadi sebuah negara yang memiliki daya tarik lemah bagi para investor. “Tentunya, penilaian tersebut membuat para investor tidak tertarik berinvestasi besar-besaran di Indonesia,” tutur pria asal Cirebon tersebut.
Melihat kondisi itu, tegas dia, pemerintahan era saat ini berkeinginan kuat untuk mereforrmasi birokrasi. Ini bertujuan, jelasnya, agar tata kelola pemerintahan menjadi jauh lebih akuntabel, efisien, dan transparan sehingga punya daya tarik dan saing lebih kuat lagi bagi dunia usaha.
Reformasi birokrasi itu, terangnya, antara lain, melakukan perubahan mainset birokrat, yang sebelumnya beraktivitas tebang pilih dan terkesan tidak netral, menjadi lebih baik, termasuk mengubah paradigma, yang sebelumnya terbiasa ‘dilayani’, kini wajib memeri pelayanan kepada masyarakat, termasuk pelaku usaha.
Reformasi berikutnya, sambung dia, yaitu memperapi struktur organisasi briokrasi. Di antaranya, menataulang seluruh organisasi kementerian, termasuk direktorat-direktoratnya. Selanjutnya, memangkas lembaga-lembaga negara yang tidak bernilai manfaat. Kemudian, ucap dia, melakukan berbagai perampingan struktur orgnasisasi pemerintahan. “Kami pun mewajibkan setiap organisasi melakukan audit,” tegas Yuddy.
Di tempat yang sama, Ketua Kadin Jabar, Agung Suryamal Soetisno, menyatakan, pihaknya senantiasa mendukung apa yang menjadi program pemerintah, termasuk reformasi birokrasi. Pasalnya, jelas Agung, jika berkaitan dengan birokrasi, sejauh ini, pihaknya masih menerima berbagai keluhan. Seperti, masalah perizinan. Menurutnya, kondisi tersebut menjadi penghambat perkembangan dunia usaha.
Diutarakan, keluhan-keluhan yang berkaitan dengan perizinan, satu di antaranya, yang bersifat paket. Misalnya, seorang pengusaha ingin mengembangkan usahanya di sebuah provinsi, izinnya bertingkat, yaiu mulai level gubernur hingga pemerintah setempat. “Kami kira, perlu penyederhanaan,” seru Agung. (ADR)