
Oleh: Ir. Nonot Harsono
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI)
Nasib terdakwa Indar Atmanto (IA) dalam kasus IM2 akan ditentukan Senin, 8 Juli 2013. Mengamati kasus ini sejak diadukan oleh LSM-KTI hingga pengadilan Tipikor, sebenarnya Majelis Hakim memiliki jauh lebih banyak alasan untuk membebaskan Indar Atmanto dibanding alasan menyatakan dia bersalah. Alasan untuk menyatakan bersalah hanya satu, yaitu “hakim mengikuti pola pikir JPU yang mengira IM2 menggunakan frekuensi menurut logika sendiri, bukan konteks UU Telekomunikasi”.
Sedangkan alasan untuk membebaskan terdakwa IA ada lebih dari satu, yaitu:
Pertama, fakta bahwa kasusnya tidak ada. Kasus hanya sangkaan yang muncul karena salah persepsi. IM2 yang memanfaatkan jaringan seluler milik Indosat dipersepsikan keliru sebagai “menggunakan pita frekuensi”. Sehingga Hakim bisa menyatakan bahwa tidak ada kasus dan IA bebas tanpa syarat.
Kedua, fakta bahwa substansi perkara selama sidang tipikor adalah berdebat maksud dari “menggunakan pita frekuensi” dengan pertanyaan utama “apakah IM2 menggunakan frekuensi?” Pengadilan sama sekali belum mengadili apakah pak IA telah melakukan Tipikor. Sehingga Hakim bisa menyatakan bahwa ini adalah pengadilan IM2, bukan pengadilan terdakwa IA.
Ketiga, fakta bahwa substansi perkara pada nomor 2 adalah sangkaan/tuduhan tindak pidana telekomunikasi yang menurut UU adalah merupakan kewenangan regulator/kemkominfo untuk menentukan apakah seseorang atau badan usaha telah bersalah. Sehingga Hakim bisa mengatakan bahwa ini urusan tipiTEL, bukan ranah Tipikor.
Keempat, fakta bahwa yang dituduh bersalah adalah IM2 dan Indosat, dua korporat yg mengikat kerjasama. Maka bagaimana mungkin memvonis 1 orang/mantan dirut, sedangkan 2 korporasi itu sedang dalam penyidikan. Sehingga Hakim bisa menyatakan bahwa ini salah urutan atau salah pihak atau kurang pihak atau error in persona dan Pak IA dibebaskan.
Kelima, fakta bahwa JPU telah mengubah dakwaan dari yang semula secara tegas menyatakan “terjadi penggunaan bersama pita frekuensi radio” oleh IM2 dan Indosat, lalu diubah menjadi “Indosat memberi akses penggunaan pita kepada pelangggan IM2”; lalu dari kalimat ini JPU mendakwa “IM2 menggunakan” pita frekuensi Indosat. Maka jelas bahwa selain telah mengubah dakwaan dari perbuatan “menggunakan bersama” menjadi “menggunakan” saja, JPU juga mengalihkan terdakwa yang semula IM2 menjadi Indosat dan pelanggan IM2. Menurut KUHAP, pengadilan bertugas mengadili apa yang didakwakan di awal. Bila dalam surat tuntutan ternyata dakwaan berubah, maka tentu JPU harus menarik kasus dan menyusun sangkaan baru. Sehingga Hakim bisa menyatakan kasus ini batal demi hukum karena dakwaan telah berubah.
Keenam, jaksa saat ini sedang menyidik 2 korporasi dan 3 tersangka yang sama persis dengan pak IA yang mau divonis besok. JPU menuntut pak IA yang karena mantan Dirut IM2, dia harus dipenjara 10 tahun ditambah denda Rp. 500 juta dan Rp. 1.3 T harus dibayar oleh Indosat dan IM2. JPU mendakwa IM2 merugikan negara 1.3 T, lalu meminta Hakim memutus Indosat turut membayar. Selain tuntutan ini membingungkan karena Indosat sudah melunasi BHP-frekuensi dari pita frekuensi yang dipersoalkan oleh JPU. Tuntutan ini jelas menuntut 2 korporasi yang sekarang sedang disidik. Artinya sebenarnya kejaksaan tidak perlu lagi melanjutkan penyidikan karena tuntutan untuk 2 korporasi itu sudah digabung dalam pengadilan ini; dan JPU yang penyidik tidak perlu memaksakan untuk menyidik 3 orang mantan direktur karena perannya persis sama dengan pak IA. Maka Hakim bisa melihat kebingungan JPU yang juga penyidik yang hanya menjadikan para Hakim buang tenaga dan mempertaruhkan kehormatan hakim. Kasus yang seharusnya satu, dipecah menjadi 6-kasus; semuanya tentang apakah menggunakan pita frekuensi atau tidak”. Maka Hakim bisa menyatakan bahwa sungguh dakwaan dan tuntutan JPU sangat kabur dan jauh dari Tipikor.
Demikian tulisan singkat ini semoga memberi penjelasan dan menjadikan ibadah buat penulis menjelang bulan suci Ramadhan. Semoga majelis hakim senantiasa dalam keadaan sehat jasmani dan rokhani serta memutus perkara dengan adil dan tiada lain selain yang benar. []