JABARTODAY.COM – BANDUNG
Salah satu unsur penting dalam meningkatkan kesejahteraan yaitu dunia pendidikan. Akan tetapi, ternyata, bagi kalangan keluarga miskin dan rentan miskin, pendidikan merupakan barang mahal. Karenanya, tahun ini, pemerintah menggulirkan program Bantuan Siswa Miskin (BSM).
“Pagu anggaran BSM pada tahun ini senilai Rp 6,59 triliun bagi 11,13 juta orang anak usia sekolah asal keluarga miskin dan rentan miskin,” ujar Ketua Kelompok Kerja Pengendali Klaster I Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Sri Kusumastuti, pada Sosialisasi BSM di Hotel Aston Primera Pasteur, Rabu (7/5/2014).
Dikatakan, dana program itu, penyalurannya melalui dua kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama. Penyaluran melalui Kemendikbud, yaitu bagi level SD, SMP, dan SMA-SMK, sebutnya, senilai Rp 5,32 triliun. Sementara melalui Kemenag, tambah wanita berjilbab itu, yaitu bagi level Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), angkanya Rp 1,29 triliun.
Dari 11,13 juta orang anak penerima BSM, sebanyak 1,93 juta diantaranya merupakan siswa MI, MTs, dan MA, imbuh Sri. Secara nominal, kata dia, nilai bantuan untuk masing-masing level, sama. Diungkapkan, bagi setiap siswa tingkat SD dan MI nilai BSM Rp 450 ribu per tahun. Untuk setiap siswa tingkat SMP dan MTs angkanya Rp 750 ribu per tahun. Sedangkan nilai BSM bagi setiap siswa SMA,SMK, dan MA sebesar Rp 1 juta per tahun.
Teknisnya, terang dia, penyaluran dana BSM itu langsung kepada setiap keluarga miskin dan rentan miskin, yaitu melalui Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Kartu itu, jelas Sri, dapat bermanfaat sebagai alat akses BSM. Setiap keluarga pemegang KPS memperoleh hak BSM melalui pengajuan sekolah masing-masing.
Memang dalam KPS, tertera satu nama. Meski demikian, tegas Sri, jika dalam satu keluarga pemegang KPS itu terdapat tiga orang anak, ketiganya dapat menerima manfaat BSM. “Caranya, sertakan Kartu Keluarga saat mengajukan BSM kepada sekolah yang ditujunya,” tegas Sri.
Teknis penyaluran kali ini, sahut Sri, berbeda dengan konsep sebelumnya. Jika sebelumnya, pemerintah mempersilakan setiap sekolah mengajukan 20 anak yang berhak menerima bantuan, kali ini tidak, yaitu secara langsung kepada keluarga miskin dan rentan miskin.
Pada konsep sebelumnya, aku Sri, ternyata, kurang efektif dan kurang tepat sasaran. Diakuinya, banyak siswa asal keluarga yang tingkat kesejahteraannya lebih baik daripada keluarga miskin dan rentan miskin, justru memperoleh bantuan. (ADR)