Bangunan Bersejarah: Konservasi dan Gengsi

foto profilOleh: Miraj Dodi Kurniawan

Abai terhadap jejak-jejak sejarah, terutama yang signifikan bagi kesadaran dan masa depan kolektif, berkontribusi memunculkan kealfaan, kekurangsadaran akan hakikat diri, dan kurang jelasnya masa depan kolektif. Jika merambah ke dasar filosofis hakikat kedirian manusia, maka akan ditemukan relevansi antara pentingnya menjaga dan mengelola jejak-jejak sejarah tadi dengan kenyataan bahwa manusia dan atau kolektifitas kemanusiaan kita adalah makhluk sejarah. Bukan saja hidup dalam wadah sejarah, akan tetapi juga tampil menyejarah.

Itu sebabnya gerakan konservasi bangunan bersejarah di negeri ini, khusus di tiap kota atau daerah menjadi perlu. Rasa-rasanya banyaknya fakta bangunan bersejarah yang dihancurkan lalu dialihfungsikan, kurang terurus, dan atau punah begitu saja, sudah cukup menjadi bukti, bukan saja betapa abainya kita terhadap berbagai bangunan bersejarah kita, melainkan juga betapa abainya kita terhadap sejarah kolektifitas kita sendiri. Padahal, hal ini tidak hanya signifikan bagi terbentuknya kesadaran identitas kolektif kita, akan tetapi juga dapat menyumbang nilai positif (manfaat) bagi kita kini dan masa depan.

 

Memahami Gerakan Konservasi Bangunan Bersejarah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terdapat keterangan bahwa yang dimaksud dengan konservasi adalah pemeliharaan dan perlindungan sesuatu secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan jalan mengawetkan dan atau melestarikan. Dalam konteks ini, gerakan konservasi bangunan bersejarah berarti mencegah terjadinya kerusakan dan kemusnahan bangunan bersejarah dengan memelihara dan melindungi, bukan dengan perhatian yang kecil dan tidak teratur, melainkan dengan perhatian besar dan teratur. Di tataran praksis, cara spesifik yang bisa ditempuh adalah dengan mengawetkan dan atau melestarikan seperti dengan memelihara kebersihan dan membuat kondisi bangunan bersejarah tetap terpelihara.
Untuk melakukannya tentu memerlukan beberapa faktor penunjang: hak kepemilikan atau penguasaan bangunan bersejarah oleh pemerintah (pelaksana kepentingan publik), para petugas konservasi, dana memadai untuk membiayai operasional konservasi, dan teknologi yang tepat untuk kepentingan melakukan konservasi bangunan bersejarah. Terkumpulnya semua faktor tadi bukan saja syarat perlu bagi terlaksananya gerakan ini, melainkan juga akan mencerminkan tingkat keseriusan pemerintah dan masyarakat umumnya dalam memelihara memori kolektif kesejarahan untuk kepentingan kolektif itu sendiri.

Manfaat Konservasi Bangunan Bersejarah

Poin pentingnya, sejarah bukan dongeng, rekaan, dan fiktif. Ia nyata, faktual, dan non fiktif. Maka bangunan bersejarah bukan bangunan hasil dari dan dikait-kaitkan dengan dongeng, kisah-kisah rekaan, dan fiktif, melainkan hasil dari dan memang berkaitan dengan kisah nyata, faktual, dan non fiktif. Tentu saja dalam konteks ini berkaitan dengan kenyataan hidup sebuah komunitas dalam proses waktu. Karena ia kenyataan hidup komunitas, maka ia layak menjadi memori kolektif komunitas tersebut. Tentu ada banyak kenyataan dan memori, namun memori kolektif dalam konteks ini adalah ingatan sejarah yang vital dan berfungsi penting bagi masa depan komunitas kolektif ini, seperti yang menandai terbentuknya persatuan gerakan yang memajukan kepentingan kolektif.
Jika dijabarkan satu persatu, maka manfaat dari konservasi bangunan bersejarah bagi negeri ini, diantaranya pertama, memudahkan orang-orang kiwari dan masa depan dalam memahami sejarah kolektif komunitasnya. Dengan masih berdirinya bangunan bersejarah, maka – kemungkinan besar – gambaran (bayangan di benak) orang-orang tentang masa lalu akan lebih terbantu dengan mudah dengan adanya salah satu bukti sejarah berupa bangunan bersejarah. Kedua, dari terbentuknya memori (bayangan atau ingatan) kolektif mengenai sejarahnya, kemungkinan besar akan membantu terbentuknya kesadaran sejarah kolektif.

Ketiga, terbangunnya kesadaran kolektif warga negeri ini terhadap sejarahnya – kemungkinan besar – akan memudahkan ikhtiar mencapai tujuan mempelajari sejarah: belajar dari sejarah. Secara umum, masyarakat yang belajar dari sejarah bukan saja menyelami kenyataan di masa lalu, melainkan juga – dan ini yang terpenting – mengevaluasi masa lalunya: menjauhi kekeliruan masa lalu dan memperbaiki atau mendinamisir perjalanan sejarah kolektif ke depan. Ketiga, belajar dari sejarah dengan bantuan adanya sumber sejarah berupa bangunan sejarah akan lebih memungkinkan menyadarkan orang pada kesadaran pentingnya persatuan dan gotong-royong dalam meraih tujuan mewujudkan nilai-nilai ideal dalam kehidupan kolektif.
Keempat, sebagaimana satu di antara manfaat mempelajari sejarah sebagai hiburan, maka bangunan bersejarah juga dapat menjadi sarana hiburan bagi warga negeri ini. Wisata ke tempat bangunan bersejarah yang sering pula disebut wisata sejarah merupakan rekreasi yang menghibur sekaligus menambah pengetahuan dan bisa jadi meningkatkan kesadaran kolektif warga negeri ini akan pentingnya persatuan, perdamaian, dan gotong-royong. Dan persatuan, perdamaian, serta gotong-royong merupakan modal sosial penting dalam membangun kehidupan kolektif yang baik dan indah di masa kini dan masa depan. Akhirnya terang-benderang saja, banyak manfaat yang warga negeri ini raih jika mengkonservasi bangunan bersejarah.

Pengabaian Bangunan Bersejarah dan Nasib Sejarah Kolektif

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sumber-sumber tertulis dan benda-benda sejarah negeri ini banyak yang diambil dan berada di negeri lain bahkan raib dan diperjualbelikan di pasar-pasar gelap. Kenyataan ini bisa dilihat sebagai cerminan betapa warga negeri ini, terutama pemerintahnya, belum menyadari arti penting sumber-sumber sejarah bangsanya sehingga kurang serius dalam menjaga dan memelihara sumber-sumber sejarahnya dan atau lalai dalam memeliharanya. Hal ini bukan saja mengakibatkan para sejarawan kesulitan mengakses sumber-sumber sejarah untuk meneliti dan memahami sejarah negeri ini, melainkan juga pada akhirnya membuat warga negeri ini kurang menyadari sejarahnya sendiri serta semakin mengurangi sarana wisata sejarah yang menghibur warga.

Secara umum, entah darimana memulai dan bagaimana caranya agar seluruh sumber sejarah negeri ini kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan dimanfaatkan secara maksimal. Namun jika hal ini terlampau njelimet dalam konteks sekarang, barangkali dalam menapaki jalan ke arah itu dapat dimulai dengan melakukan konservasi bangunan bersejarah. Mengapa? Terutama karena ia masih berada di dalam negeri dan karena itu lebih memungkinkan untuk ditempuh. Maka dalam konteks ini kita dapat menggunakan pemikiran: daripada salah satu sumber sejarah – maksudnya bangunan bersejarah – ini raib dan atau musnah begitu saja, mendesak rasa-rasanya untuk segera menempuh konservasi bangunan bersejarah di berbagai belahan wilayah di negeri ini.

Sesungguhnya mengabaikan kondisi bangunan bersejarah akan berefek pada nasib sejarah kolektif negeri ini. Sebagaimana telah dikemukakan tadi, terutama efek ini berupa lemahnya kesadaran kolektif warga negeri ini terhadap sejarahnya sehingga tidak tertutup kemungkinan akan membuat warga negeri ini menjadi tidak belajar dari sejarah. Jika ini benar-benar terjadi, bukan tidak mungkin negeri ini ibarat keledai, kembali berada dalam kondisi sengsara secara kolektif, kembali melakukan kesalahan seperti yang pernah dilakukannya di masa lalu. Maka sebelum itu terjadi, bijaksana – tentu saja – manakala dengan dukungan warganya dan peran pemerintah di garda terdepan, gerakan konservasi bangunan bersejarah ini segera direalisasikan. Konservasi bangunan bersejarah merupakan wujud syukur negeri ini, sedangkan bangunan bersejarahnya itu sendiri adalah khazanah kekayaan dan gengsi sejarah kita. Bangunan bersejarah bukan hanya sumber sejarah, melainkan juga merupakan obyek pariwisata kesejarahan.

Miraj Dodi Kurniawan

Sarjana Pendidikan Sejarah FPIPS UPI

Related posts