JABARTODAY.COM – BANDUNG
Menggunakan gitar yang dibuat dari kayu eboni dari Kalimantan dan diklaim satu-satunya di dunia, membuat Cakra, band alternatif asal Jakarta, ikut meramaikan panggung hiburan tanah air. Selain itu, lirik lagu yang memiliki pesan sosial, menjadi senjata lain bagi mereka untuk eksis di blantika musik nasional.
Ditemui sebelum naik panggung, sang direktur yang mengorbitkan band tersebut, Adi Noviardi, menjelaskan bila Cakra memiliki pembeda dengan band lainnya yang ada di tanah air. Ditambah, pihaknya juga memiliki studio musik yang masuk Museum Rekor Indonesia (MURI), karena terbuat dari batu.
“Saya melihat ada bakat yang dimiliki mereka. Maka itu, saya berani untuk mendukung mereka, agar meramaikan dunia musik di tanah air,” ujarnya, saat ditemui di Gedung Indonesia Menggugat, Jalan Pelajar Pejuang, Minggu (30/9) sore.
Band berpersonelkan Tirta (vokal), Bayu (gitar), Noval (gitar), Dimas (bass), dan Frey (drum) itu dan berdiri pada 2006 itu, didirikan berdasarkan komunitas dan karyawan yang bekerja di tempatnya. Setelah menyeleksi dan mendapatkan personel yang cocok, dirinya langsung mematenkan nama Cakra. “Itu juga berdasarkan hobi saya. Dan lima personil inilah yang bertahan, setelah melalui audisi yang panjang,” jelasnya.
Cakra sendiri adalah nama senjata milik tokoh pewayangan Kresna, yang dalam ceritanya dapat menyelesaikan semua masalah. Namun, ada arti lainnya, yaitu Cara Anak Kreatif Raih Ambisi, yang tidak lain adalah akronim dari nama mereka.
Diakui Adi, kekuatan lirik menjadi senjata mereka untuk memperkenalkan diri kepada penggemar mereka, serta masyarakat luas.
Soal lirik tersebut, diperkuat juga oleh sang vokalis Tirta. Da mengakui, bergabung dengan band tersebut, karena menyukai liriknya yang lembut, namun memiliki kekuatan pesan yang sangat kuat. “Liriknya berkarakter sangat kuat yang berisi pesan sosial, namun dibuat lembut. Yang pasti, lagu Cakra tidak bisa didengar satu kali,” katanya sambil tertawa.
Hal tersebut juga diamini oleh sang gitaris, Bayu, yang mengatakan, bila lirik lagu bandnya harus diresapi dengan baik, agar dapat mengambil maknanya. “Maka itu, lagunya ga bisa didengar satu kali,” tandasnya sambil tersenyum.
Mereka sendiri, khususnya Adi, sangat bangga bisa melakukan perform di sebuah kegiatan tahunan, seperti Braga Festival. Dengan manggung acara di event tersebut, menjadi kesempatan mereka untuk menunjukkan kemampuan serta kekuatan lirik yang mereka banggakan tersebut. (AVILA DWIPUTRA)