
Fenomena “aloof wife” yang disematkan pada istri politisi muda Amerika Zohran Mamdani bukan sekadar gaya, tapi cerminan cara baru mencintai tanpa kehilangan diri sendiri.
Beberapa hari terakhir, linimasa X (Twitter) dan media gaya hidup Amerika diramaikan oleh perbincangan tentang Zohran Mamdani, Walikota New York terpilih, dan istrinya, Rama Duwaji, yang oleh publik dijuluki sebagai “aloof wife.”
Istilah itu pertama kali viral lewat unggahan pengguna X yang membahas gaya Rama yang tenang, berjarak, dan tidak ikut menampilkan citra “istri pendukung politisi” pada umumnya.
Tak lama kemudian, label itu diangkat oleh media seperti The Cut dan Glamour Magazine, menjadikannya topik menarik tentang perempuan modern dan relasi pernikahan di generasi Gen Z.
Cinta yang Tak Perlu Dirayakan dengan Tepuk Tangan
Fenomena aloof wife muncul di tengah budaya pop yang sering merayakan romantisme secara publik dan berlebihan. Kita terbiasa melihat pasangan selebritas atau pejabat yang saling menyanjung di depan kamera, seolah cinta harus ditonton agar dianggap nyata.
Rama hadir berbeda. Ia tampak tidak terganggu sorotan kamera, tidak menampilkan “dukunganku untuk suamiku” di setiap kesempatan. Dan justru dari sikap itu, muncul daya tarik baru: cinta yang tak perlu dipertontonkan.
Kadang, cinta paling kuat justru yang paling diam. Yang tidak memaksa pengakuan, tapi tetap konsisten dalam kehadiran.
Perempuan, Citra, dan Kemandirian
Label aloof wife bisa dibaca sebagai simbol kebangkitan perempuan yang menolak untuk didefinisikan lewat pasangan mereka. Rama bukan “istri politisi” yang mengikuti sorotan, tapi pribadi dengan dunia sendiri. Ia bukan pelengkap, tapi mitra yang berdiri sejajar.
Jika dulu perempuan sering dituntut untuk “berdiri di belakang pria sukses,” kini mereka lebih memilih berdiri di sisinya. Bukan di belakang, bukan juga di depan.
Cinta modern bukan soal siapa yang lebih dominan, tapi siapa yang bisa saling bertumbuh.
Dan di Indonesia…
Meski istilah aloof wife belum populer di sini, semangatnya mulai terasa. Banyak pasangan muda profesional dan aktivis yang membangun relasi lebih setara. Perempuan tak lagi merasa harus menjadi “pendukung utama” dengan cara meniadakan dirinya.
Mereka bisa mandiri tanpa kehilangan kelembutan. Bisa tenang tanpa dianggap dingin.
Bisa menjaga jarak tanpa kehilangan cinta. Ini bukan soal cuek tapi soal sadar diri: bahwa mencintai seseorang tak berarti berhenti menjadi diri sendiri.
Cinta, Daya, dan Kedewasaan
Gaya aloof bukan tentang ketidakpedulian, melainkan cara baru menunjukkan kedewasaan emosional.
Bahwa cinta tak selalu harus diumbar, tak perlu dirayakan dengan tepuk tangan, tak wajib hadir di setiap unggahan.
Kadang, keheningan lebih bermakna daripada seribu caption. Dan dalam dunia yang bising, mungkin itu bentuk cinta paling modern yang tersisa. []
*Ageng Sutrisno biasa menulis tentang hidup, politik, dan hal-hal yang tidak bisa dijelaskan dengan statistik. Kalau tidak menulis, biasanya sedang mikir kenapa harga nasi goreng terus naik.