Satpol PP Kota Bandung Turunkan Baliho Peringatan Asyuro Syahidnya Imam Husein di Karbala

 

Satpol dan dibantu sejumlah anggota Polri menurunkan sejumlah baligo dan spanduk peringatan “Asyura Syahidnya Cucu Nabi Imam Husen As di Karbala”, Senin sore  (8/8/2022). ( Foto: dok.ppnkri)

JABARTODAY.COM, KOTA BANDUNG – – Pemerintah Kota Bandung melalui Satpol dan dibantu sejumlah anggota Polri  menurunkan sejumlah baliho dan spanduk peringatan “Asyura Syahidnya Cucu Nabi Imam Husen As di Karbala” di sejumlah titik khususnya di sekitaran Jl. Gegerkalong Girang Kota Bandung, Senin malam (8/8/2022). Spanduk dan baligo tersebut dipasang oleh Majelis Shalawat Nagara Kabuyutan Dayeuh Luhur.

 

 

Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti Surat Edaran (SE) Sekda Kota Bandung No.099-Bakesbangpol/2022 tentang Himbauan Peringatan Asyura. SE tertanggal 4 Agustus 2022 yang ditandatangani Drs.H. Emma Sumarna, M.Si selaku Sekda Kota Bandung tersebut salah satu poinnya yakni melaksanakan himbauan MUI Kota Bandung, dimana tidak memasang reklame/spanduk/selebaran yang bersifat provokatif yang dapat mengganggu ketertiban umum sesuai pasal 30 huruf a dan pasal 37 ayat 2 Perda Kota Bandung nomor 9 tahun 2019.

 

 

 

Sementara itu mengacu pada surat himbauan MUI Kota Bandung No. 227/A/MUI-KB/VIII/2022 tertanggal 3 Agustus 2022 yang ditandatangani Prof.Dr.KH.Miftaf Faridl dimana sehubungan akan tibanya hari As Syuro 10 Muharram maka MUI Kota Bandung menghimbau Umat Islam warga Kota Bandung untuk menjaga dan memelihara kerukunan beragama dengan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik antara masyarakat.

 

 

Baliho peringatan “Asyura Syahidnya Cucu Nabi Imam Husen As di Karbala” di Kota Bandung ( foto: dok.ppnkri)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pencopotan atau penurunan spanduk “Asyura Syahidnya Cucu Nabi Imam Husen As di Karbala” tersebut disaksikan para pengguna jalan dan juga elemen masyarakat yang tergabung Paguyuban Pengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia (PPNKRI). Sejumlah orang yang berpakaian hitam-hitam sempat memprotes dan menanyakan mengapa spanduk tersebut dicopot. Namun petugas Satpol PP terus malaksanakan tugas dan melipat spanduk yang sudah dicopot.

 

 

 

Menanggapi kegiatan penurunkan baligo dan spanduk peringatan Hari Asyura Sayhidnya Imam Husein di Karbala tersebut, Ketua Presidium PPNKR Mochamad Budiman mengapresiasi tindakan Pemerintah Kota Bandung melalui Satpol PP dan jajaran Polresta Bandung.

 

 

 

“Kami mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Kota Bandung yang bertindak cepat menertibkan spanduk perayaan Asyura,” ujar Ketua Presidium PPNKRI, Mochamad Budiman seperti dikutip dari beritatokoh.com

 

 

 

Budiman menambahkan, hal ini tidak lepas dari kesepakatan pada saat audiensi PPNKRI dengan Pemkot Bandung, pad 4 Agustus 2022 lalu. Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa mereka tidak boleh memasang spanduk yang provokatif serta menggelar acara secara demonstratif sesuai himbauan MUI kota Bandung.

 

 

Sementara itu penasihat PPNKRI ustadz Muhammad Roinul Balad menyampaikan bahwa penertiban spanduk dan baliho tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama Pemkot Bandung dalam ini Kesbangpol dimana beberapa waktu lalu sebelum penertiban telah mengundang elemen masyarakat dan perwakilan Ormas Islam sekira 38 ormas dan harokah yang bermusyawarah di Balaikota.

 

“Hadir dalam pertemuan itu Forkopinda, perwakilan Ormas Islam dan juga perwakilan MUI Kota Bandung yang menyatakan bahwa sejak tahun 1980an sudah pernah diadakan dialog Sunni dan Syiah di Kota Bandung. Maka sejak saat itu MUI Kota Bandung berkeyakinan tetap bahwa Syiah bukan Islam,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/8/2022)

 

Ia menambahkan maka atas dasar itulah yang menolak itu tetap diharapkan menjaga dan memilihara kondusivitas Kota Bandung dengan cara memberikan penolakan secara terbuka misalnya memasang spanduk penolakan atau pun tidak mendatangi kegiatan ritual ibadah yang diadakan komunitas Syiah tersebut. Komunitas Syiah pun diharapkan taat aturan dengan tidak memasang spanduk ajakan untuk menghadiri ritual ibadah Syiah secara terbuka.

 

Pertemuan dan masyawarah PPNKRI dengan jajaran Forkopinda dan Kesbangpol Kota Bandung ( foto: dok.ppnkri)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Tentu saja PPNKRI dapat menerima keputusan tersebut namun juga meminta kepada pihak Syiah untuk tidak demonstratif dalam melaksanakan ritual ibadahnya dengan cara tidak memasang spanduk di tempat umum serta tidak mengundang masyarakat umum juga tidak mendatangkan jemaatnya dari luar Kota Bandung.Hal ini disepakati juga oleh semua pihak termasuk dari komunitas Syiah itu sendiri,”imbuh Ketua Dewan Dakwah Jabar ini.

 

Ia menambahkan namun nyatanya menjelang tanggal 10 Muharram atau mulai tanggal 9 Muharram mereka mengadakan ritual peringatan terbunuhnya cucu Nabi Shalallahu alaihi wasallam yaitu Husein dengan terbuka secara umum bahkan mengajak masyarakat umum di tempat umum. Bahkan kelompok yang menamakan Majelis Shalawat Nagara Kabuyutan Dayeuh Luhur yang dipimpin oleh Abah Yusuf menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan warisan dari para leluhur. Namun nampaknya ini ada pengelabuhan kepada masyarakat khususnya kaum muslimin yang membungkus acara ritual kaum Syiah dengan kemasan adat istiadat masyarakat Sunda.

 

“Sehingga banyak masyarakat khususnya kaum muslimin yang terkecok dengan pernyataan Abah Yusuf ini. Buktinya apa? Buktinya dalam perayaan 10 Muharram atau Asyura yang dikemas dengan adat Sunda namun ada acara ritual kaum Syiah misalnya peristiwa tebunuhnya Syaidina Husein di Karbala. Lalu apa hubungannya adat Sunda dengan peristiwa tebunuhnya Syaidina Husein di Karbala itu ? Jelas ini pertentangan dengan syariat Islam,”ujarnya.

 

Yang kedua, sambungnya, ritual atau peringatan Asyuro yang dipimpin Abah Yusuf ini dilaksanakan di dalam sebuah masjid dimana Ketua DKM masjid tersebut sudah menolaknya. Mengapa ditolak? Karena disinyalir dalam acara tersebut ada indikasi kuat ada ritual-ritual kemusyrikan atau kesyirikan misalnya ada dupa, sesajen dan lainnya yang dibawa kedalam masjid.

 

Menurut Roin dalam pertemuan dengan Forkopinda waktu itu kami (PPNKRI) menanyakan kepada perwakilan MUI Kota Bandung apakah pelaksanaan acara seperti itu dengan membawa sesajen ke dalam masjid adalah bagian dari kemusyrikan? Maka dijawab dengan tegas bahwa hal demikian jelas bagian dari kemusyrikan dan bagian dari penistaan ajaran Islam. Atas dasar itulah maka sesuai dengan hasil keputusan musyawarah spanduk dan baliho serta ritual di dalam masjid tersebut dibubarkan. Itu fakta yang terjadi lapangan kemarin.

 

“Semoga semua pihak bisa menyadari dan menahan diri khususnya kaum Syiah agar tidak demonstratif jika ingin melaksanakan ritual keagamaannya dan tidak mengelabui masyarakat umum serta tidak menistaan ajaran agama Islam. Kaum muslimin juga jangan sampai terjebak atau terkecoh dengan ritual yang seolah-olah bagian dari ajaran Islam atau warisan Islam padahal itu adalah bagian dari kemusyrikan dan bagian dari ritual kaum Syiah,”harapnya.

 

 

Adapun terkait dengan budaya atau adat istiadat Sunda, menurut ustadz Roin sudah menjadi kewajiban orang Sunda untuk memeliharanya dan melestarikannya sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

 

 

Seperti diketahui, sebelumnya PPNKRI meminta pemerintah untuk melarang semua bentuk peringan Asyura dan Peristiwa Karbala yang sering digelar oleh kelompok Syi’ah, setiap tanggal 10 Muharram.

 

 

Sebagaimana diketahui berdasarkan Fatwa MUI tahun 1984 tentang faham Syiah dan hasil Ijtima Ulama Indonesia tahun 2006 yang berisikan taswiyatul manhaj berdasarkan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan 10 kriteria pedoman penetapan aliran sesat yang disahkan dalam forum rakernas MUI tahun 2007, menjelaskan bahwa ajaran Syiah sesat dan menyesatkan. [ ]

Related posts