Seiring dengan perubahan dan perkembangan global, skenario ekonomi nasional pun turut terimbas. Sebagai salah satu contohnya, kondisi di Kota Bandung. Menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri Kota Bandung Deden Y Hidayat beberapa tahun silam, di Kota Bandung, terdapat beragam jenis sentra industri, baik skala mikro, kecil, menengah, maupun besar.
Akan tetapi, lanjut Deden, saat ini, terjadi pergeseran paradigma. Hal itu, jelas Deden, terjadi karena adanya perubahan dan perkembangan. Di antaranya, sebut dia, adanya perubahan dan perkembangan regulasi. “Saat ini, sekitar 60 persen kawasan di Kota Bandung berubah fungsi. Artinya, yang semula banyak kawasan industri, kini, menjadi kawasan perdagangan,” ujar Deden, pada Musyawarah Forum Diskusi Wartawan Ekonomi Bandung (Fordisweb) di Graha Kadin Kota Bandung, Jalan Talagabodas 31 Bandung, Kamis (27/3/2014).
Deden mengemukakan, kondisi itu tidak hanya dipengaruhi oleh terbitnya regulasi, tetapi juga karena tingkat persaingan yang semakin ketat, yaitu seiring dengan bergulirnya era pasar bebas. Terlebih, lanjut dia, pada awal 2016, Indonesia terlibat dalam ASEAN Economic Community (AEC). “Seluruh publik di Kota Bandung harus siap dan jangan menjadi penonton. Itu karena pergeseran paradigma menjadi perdagangan tersebut tidak lagi mengenal kewilayahan atau kedaerahan,” tuturnya.
Ia menilai, produk sektor perdagangan di Kota Bandung yang berkembang saat ini adalah jasa. Pasalnya, jelas dia, saat ini, Kota Bandung sudah menjadi daerah tujuan wisata. Selain itu, lanjutnya, juga menjadi kota transaksi. “Cash flow di Kota Bandung besar. Pada setiap weekend, apalagi long weekend, sekitar 200 ribu unit mobil luar Kota Bandung masuk ke kota ini. Asumsinya, jika satu mobil berisi 5 orang, dan setiap orangnya membelanjakan uangnya sekitar Rp 500 ribu per hari, bayangkan, berapa ratus miliar inflow di Kota Bandung,” papar Deden.
Hal itu, jelasnya, membuat adanya pergerakan ekonomi. Data menunjukkan, ujar Deden, Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) sebesar 9,2 persen. Namun, pertanyaannya, lanjut dia, sudah merata atau belum pertumbuhan tersebut. “Soalnya, kesenjangan masih tetap terlihat. Jadi, butuh kebijakan dan regulasi yang lebih menyentuh sehingga seluruh publik di kota ini dapat merasakan pemerataannya,” urai Deden. (ADR)