Seiring dengan perkembangan, ketersediaan sarana angkutan massal menjadi sebuah kebutuhan penting. Hal itu pun berlaku di wilayah Bandung Raya, yang tingkat kepadatan lalu lintasnya begitu dan kian tinggi. Karenanya, jajaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersepakat dengan 6 kabupaten/kota wilayah Bandung Raya, yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut.
Kesepakatan itu berkenaan dengan pembangunan proyek angkutan massal jenis monorel. “Tingginya kepadatan penduduk merupakan sebuah permasalahan wilayah perkotaan. Ini berkenaan dengan pergerakan manusia dan barang. Karenanya, butuh angkutan transportasi massal. Monorel menjadi satu di antaranya,” ujar Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, usai Penandatanganan Kesepakatan Bersama Tentang Pembangunan Sistem Angkutan Massal Teknologi Monorel di Metropolitan Bandung Raya, di Aula Barat Gedung Sate Bandung, Selasa (8/4/2014).
Aher, sapaan akrabnya, meneruskan, seiring dengan perkembangan, idealnya, Bandung Raya mencontoh beberapa kota besar dunia. Umpamanya, sebut dia, Hongkong dan Singapura. Menurutnya, kedua titik itu memiliki jumlah penduduk yang tergolong padat. Akan tetapi, lanjutnya, Hongkong dan Singapura berhasil mengatasi masalah kepadatan lalu lintas. “Caranya, melalui transportasi massal,” ucapnya.
Dikatakan, rencananya, monorel ini menghubungkan beberapa titik di wilayah Bandung Raya, mulai ujung timur sampai ujung barat dan ujung selatan hingga utara. Contohnya, kata dia, menghubungkan Tanjung Sari, Sumedang-Bandung.
Pembangunan monorel, yang proyeksinya, tuntas secara keseluruhan pada 2025 itu terdiri atas beberapa seksi. Untuk seksi pertama, yaitu Tanjungsari-Leuwipanjang, yang berjarak 29 kilometer, targetnya, tuntas pada 2016. “Jika setiap seksi berjalan lancar, Insyaallah, proyek ini tuntas lebih cepat,” ujar Aher.
Karenanya, tegas dia, pihaknya memproyeksikan ground breaking Tanjungsari-Leuwipanjang bergulir pada pertengahan tahun ini, sekitar Juni-Juli 2014. Maksimalnya, imbuh Aher, bergulir Agustus 2014. Jika tidak ada kendala, sahut dia, tentunya hal itu dapat melancarkan seksi-seksi berikutnya, seperti Leuwipanjang-Soreang (11 kilometer), Leuwipanjang-Ngamprah (12,5 kilometer), Gedebage-Majalaya (24 kilometer), dan Leuwipanjang-Dago (13 kilometer).
Berkenaan dengan pembebasan lahan, yang memang kerap menjadi kendala berbagai proyek pembangunan, Aher menyatakan, pihaknya tidak mengkhawatirkannya. Pasalnya, jelas dia, kebutuhan lahan tidak banyak, hanya tiang pancang. Proyek ini, ucap dia, memaksimalkan lahan pemerintah.”Tidak tertutup kemungkinan, jika monorel ini berefek positif, kami menawarkannya untuk rute Bogor-Jakarta-Ciawi,” tukasnya. (ADR)