JABARTODAY.COM – BANDUNG Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin meminta pihak-pihak yang merasa terganggu dengan penyadapan, untuk melaporkan ke penegak hukum, bukan sekedar berbicara saja. Namun, semuanya harus didasarkan dengan data-data dan bukti yang menunjukkan terjadinya penyadapan.
“Laporkan saja sesuai aturan hukum, lalu bukti model penyadapannya melalui apa, elektronik, noise (suara), satelit, atau cara lainnya. Kalau hanya sekedar menyampaikan (terkena sadapan), hanya menimbulkan kegaduhan,” ujar Tb, sapaan akrabnya, usai acara Pelantikan Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan Seminar Ekonomi DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Jawa Barat, di Hotel Horison, Minggu (5/2).
Dirinya menerangkan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, penyadapan demi hak asasi manusia tidak diperbolehkan, kecuali dilakukan oleh penegak hukum, seperti Polri. Bahkan, perorangan tidak boleh melakukan hal tersebut. Apalagi, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan yang intinya bila seseorang tidak boleh melakukan perekaman pembicaraan tanpa diketahui. Selain itu, tidak bisa seenaknya melakukan penyadapan, mesti ada urgensinya. “Memang sulit untuk dideteksi dan dibuktikan, karena belum ada alatnya. Tetapi kontrolnya ada undang-undang, kalau ketahuan ada pidananya,” tukas Hasanuddin.
Disinggung soal adanya pengajuan Hak Angket terkait dugaan penyadapan yang dilontarkan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Hasanuddin mengaku, tidak mendengar wacana tersebut. Pasalnya, isu itu berhembus dari pernyataan seseorang. “Saya tidak mendengar hal itu lintas fraksi di DPR,” tandas dia. (vil)