Hari-Hari Mencekam (1)

 

Komaruddin Rachmat

Ketua Forum Orientasi dan Studi Penguatan Kualitas Masyarakat (Frospekum)

 

Ketika G 30 S/PKI meledak saya baru berumur 11 tahun, karena saya lahir tahun 1954. Saya lahir dan tinggal di desa Gapura muka Kabupaten Bekasi  (sekarang kelurahan Cakung Barat akarta timur).

Gapura Muka adalah sebuah desa di ujung paling Barat Jawa Barat bertetangga dengan DKI Jakarta. Sebuah desa yang asri dengan sawah-sawah menghampar di kiri kanan  jalan Daendles (Jalan Raya Bekasi sekarang).

Di sebelah selatan di pagi hari di antara hamparan sawah yang luas terlihat dengan jelas gunung Pangrango dan gunung gede, padahal jaraknya lebih dari 60 km. Bunyi gojes-gojes kereta api terdengar dengan jelas meski jaraknya lebih dari 6 km.

Tapal batas Bekasi itulah sebutan desa kami, desa Gapura Muka (sekarang Cakung Barat dan Timur). Dengan hanya dibatasi Kali Cakung sudah masuk wilayah Jakarta.

Jarak antara kota Bekasi dengan Jatinegara dari desa kami hampir sama jauhnya, ditempuh dengan robur atau oplet dalam waktu 15 menit saja, bayangkan dengan kondisi sekarang bisa 2 jam saking macetnya.

Di sebelah Barat adalah Jatinegara, dan di sebelah timurnya kota Bekasi, jadi desa kami di tengah antara keduanya. Desa kami adalah kota bagi desa-desa sekelilingnya, ada pasar Cakung tempat membeli segala sesuatu yang sampai sekarang masih eksis.

Tidak jauh dari pasar ada asrama Zeni Angkatan Darat, di sebelah timurnya ada asrama Angkatan Udara yang dikenal dengan sebutan radar AURI (Ujung Menteng). Tidak jauh dari situ ada gudang peluru di Pulogebang.

Di sebelah utara ada gudang perbekalan Angkatan Darat (Kampung Rorotan). Dalam kondisi wilayah seperti itu dinamika politik di kampung kami cukup lumayan tajam menjelang G 30 S/PKI.

Tapi sekarang? Sudah tidak terlihat sama sekali warna aslinya.Tahun 1965 penduduk masih dominan  99%-nya adalah penduduk Betawi, hanya satu dua pendatang  yang menetap, umumnya karena perkawinan. Tahun 1974 ketika Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta,  desa Gapura Muka termasuk Cilincing digabungkan menjadi wilayah DKI.

De, dalam waktu tidak terlalu lama setelah dinyatakan menjadi bagian dari ibu kota, maka cakung langsung berubah menjadi metropolitan, hunian menjadi sangat padat dengan bangunan kontrakan-kontrakan untuk melayani kebutuhan tempat tinggal para pendatang baru yang dibangun oleh penduduk asli.

Ketika G 30 S/PKI terjadi, saya sudah sadar lingkungan sosial meski belum peduli, tapi setelah saya mencoba kembali dengan pikiran di tahun itu, ternyata saya baru menyadari bahwa  rupanya saya termasuk saksi sejarah tentang perilaku PKI.

Ayah saya adalah tokoh anti PKI. Di rumah kami terdapat beberapa senjata antara lain L E, pistol FN 45,  pistol colt, stand gun dll. Senjata2 itu berasal dari Kodim Bekasi, karena Ayah saya adalah mantan anggota TNI yang mengundurkan diri memilih jadi pengusaha. Senjata-senjata tersebut sering saya mainkan sampai-sampai saya bisa menggunakannya.

 

Sementara kondisi di luar tenang-tenang saja. Ayah saya sering kumpul-kumpul dengan teman-temannya antara lain Danapi yang selalu menyandang senapan LE pemberian ayah saya, setiap malam memantau keadaan bersama anggota Babinsa yang saya lupa namanya. Saya sering ngejaplak (nguping ilegal) dan karenanya sering diusir disuruh pergi, karena anak kecil di kala itu tidak boleh ngejaplak.

Malam itu saya ingat ada pawai obor ribuan anggota PKI, kabarnya mereka berjalan kaki dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Tapi kemudian saya dapat cerita mereka turun di stasiun Bekasi baru kemudian jalan kaki ke Jakarta.

Ayah saya dan teman-temannya hanya melihat saja dari rumah sementara warga kampung kami banyak yang menyambut dengan berteriak-teriak  “Hidup PKI..Hidup PKI!”. Belakangan saya ketahui mereka adalah anggota-anggota mahasiswa Karang  Pemuda Rakyat, organisasi mantel PKI yang sangat agresif.

Dan belakangan juga saya pahami pula waktu itu adalah menjelang 5 Mei 1965 hari ulang tahun PKI yang dipusatkan di istora senayan. Sebagai anak kecil yang banyak teman, saya jadi tahu  ayah saya banyak musuhnya dari kalangan PKI antara lain ML. ML dan lainnya masih ada kekerabatan dengan Ayah saya, tapi ideologi ternyata memisahkan mereka. []

 

Related posts