Kerawanan Pilkada Serentak

akbp anton sujarwo_editedAKBP Anton Sujarwo, SIK
Perwira Sespimen Angkatan 55 Tahun 2015

Dalam hitungan pekan ke depan, sejumlah kabupaten/kota di Indonesia akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang mengacu pada UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Menjelang pelaksanaan pesta demokrasi pertama di Indonesia yang dilakukan serentak, Polri sudah melakukan antisipasi berbagai kemungkinan kerawanan dalam kegiatan tersebut.

Menurut Kepala Unit Direktorat Politik Badan Intelijen dan Keamanan Mabes Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi, Novanto Leiwakabessy, Polri telah menerima sebanyak 40 laporan adanya dugaan tindak kekerasan dalam proses penyelenggaraan pilkada serentak. Laporan tindak kekerasan itu meliputi ancaman terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU)  setempat, ancaman terhadap anggota panitia pengawas pemilu, isu tentang suku, agama, ras, dan golongan, hingga pengrusakan kantor KPU daerah. Di beberapa daerah bahkan ada kasus penolakan calon atau plt yang bukan berasal dari putra daerah. Novanto mengatakan, hingga kini kepolisian daerah terus berupaya melakukan pengawasan dan pengamanan. Aparat Polri siap memberikan bantuan pasukan jika Polda setempat memerlukan bantuan.

Sedangkan  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merilis data Indeks Kerawanan Pemilu 2015. Ada lima aspek yang menjadi variabel dan indikator yang menjadi bahan penilaian Bawaslu untuk menentukan kerawanan masing-masing wilayah. Kepala Bagian Analisis dan Teknis Pengawasan Badan Pengawas Pemilihan Umum, Faisal Rahman, menjelaskan, ada lima aspek yang menjadi penilaian Bawaslu dalam menyusun IKP 2015. Lima aspek itu adalah profesionalitas penyelenggara, politik uang, akses pengawasan, partisipasi masyarakat, dan keamanan daerah.

Secara umum, Kawasan Indonesia Timur (KTI) menjadi wilayah dengan potensi penyelenggaraan Pilkada serentak cukup rawan. Kelima aspek itu kemudian dijadikan bahan dalam menentukan penilaian. Bawaslu kemudian membuat kisaran penilaian adalah, sangat aman (0-1), aman (1-2), cukup rawan (2,1-3), rawan (3,1-4) dan sangat rawan (4,1-5). Meski KTI menjadi kawasan yang cukup rawan kekerasan, namun jika dirinci secara keseluruhan potensi kerawanan kekerasan itu cukup merata. Untuk aspek keamanan daerah, Banten menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi dengan poin 3,5. Posisi berikutnya ditempati Papua (2,9), Jawa Barat (2,8), Kalimantan Utara (2,5), NTT (2,4) dan Sumatera Utara (2,4). Keamanan daerah tak bisa dianggap remeh. Tanpa jaminan keamanan yang baik, dimungkinkan terjadinya ancaman atas pelaksanaan pemilu yang baik.

Sementara itu, wilayah dengan tingkat politik uang tertinggi ditempati Sulawesi Tengah dengan nilai 3,5. Posisi berikutnya ditempati Jawa Barat (3,3), Banten (3,0), Kalimantan Utara (3,0) dan NTB (3,0). Dari aspek partisipasi masyarakat, Provinsi Kepulauan Riau memperoleh poin tertinggi dengan 4,1 poin. Disusul posisi berikutnya NTB (3,9), Riau (3,8), Sulawesi Selatan (3,7), dan Yogyakarta (3,7). Provinsi Maluku memperoleh poin 3,3 dari aspek profesionalitas penyelenggara. Posisi selanjutnya ditempati NTT (3,0), Sulawesi Utara (3,0), Sulawesi Barat (2,9), Sulawesi Tenggara (2,8) dan Jawa Barat (2,8).Dari akses pengawasan, Kalimantan Utara dan Papua memperoleh nilai tertinggi yaitu 3,0. Akses pengawasan menjadi salah satu aspek yang penting. Selama ini pengawasan di daerah mengalami kendala akibat persoalan geografis dan fasilitas penunjang lainnya.

Pilkada serentak untuk gelombang pertama akan dilakukan pada Desember 2015, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2015 serta pada semester pertama 2016. Pilkada serentak untuk gelombang kedua akan dilaksanakan pada Februari 2017, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada semester kedua 2016 dan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2017. Pilkada serentak gelombang ketiga akan dilaksanakan pada Juni 2018, untuk kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2018 dan 2019. Pilkada serentak gelombang keempat akan dilaksanakan pada 2020 untuk kepala daerah hasil pemilihan tahun 2015.

Pilkada serentak gelombang kelima akan dilaksanakan pada 2022 untuk kepala daerah hasil pemilihan pada tahun 2017. Pilkada serentak gelombang keenam akan dilaksanakan pada 2023 untuk kepala daerah hasil pemilihan 2018. Kemudian, dapat dilakukan pilkada serentak secara nasional pada 2027. KPU merencanakan seluruh Pilkada yang masa jabatan pemerintahannya berakhir 2015 akan digelar serentak dalam satu waktu. Total ada 118 Pilkada yang kemungkinan digelar pada akhir tahun 2015.

Bila melihat jadwal tersebut, maka pilkada serentak akan dimulai pada Desember tahun ini. Artinya setelah pelaksanaan lebaran, jajaran Polri di sejumlah wilayah, khususnya di Jawa Barat harus mempersiapkan diri untuk pengamanan pilkada serentak tersebut. Di wilayah Jabar, ada sebanyak delapan kabupaten kota yang menggelar pilkada serentak tersebut. Ke delapan daerah tersebut yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Pangandaran, Kota Depok, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Tasikmalaya.

Dengan demikian, jajaran Polres di delapan wilayah ini harus bersiap-siap melakukan pengamanan Pilkada. Bagi Polri sendiri mengamankan kegiatan Pilkada bukan hal baru lagi. Namun untuk kegiatan Pilkada serentak seperti ini, merupakan pengalaman pertama. Meski sudah berpengalaman melakukan pengamanan Pilkada, namun jajaran Polri di daerah tetap harus terus meningkatkan kewaspadaan dengan melakukan deteksi dini. Dalam pengamanan seperti ini sinergitas antar bagian (intel, reserse, lalu lintas, sabhara, serta Brimob) harus lebih ditingkatkan. []

Related posts